OlehMasyhari, Dosen IAI Cirebon & IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Sekretaris PC ISNU Kab. Cirebon Dalam masalah teologis, khazanah sejarah Islam telah merekam konflik hebat antara penganut Ahlussunah dan Muktazilah era Abbasiyah dan menyisakan peristiwa tragis, Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahu ta'ala dihukum oleh al Makmun dari Bani Abbasiyah
Sumber gambar dokumen pribadi penulis – Aswaja adalah istilah yang sangat masyhur di kalangan umat Islam Indonesia, yaitu singkatan dari Ahlu Sunnah wal Aswaja sebagai ajaran adalah suatu mazhab dalam berakidah tauhid, dan bersyariat ibadah maupun muamalah, serta berakhlak sopan santun yang merupakan pelestarian dari ajaran Rasulullah SAW, sesuai pemahaman para sahabat serta pemahaman para ulama yang dimaksud mazhab adalah jalan yang dilewati/dilalui atau tata cara untuk dijadikan pegangan atau sesuatu yang menjadi tujuan seseorang. Sesuatu itu dikatakan mazhab jika dapat menjadi ciri khas bagi mazhab Aswaja adalah pilihan seseorang untuk menjalani tata cara beragama Islam sesuai dengan ciri khas Aswaja sebagaimana yang disepakati oleh para Abdul Qadir al-Jailani dalam kitabnya Al-Ghunyah li Thalibi Thariq Al-Haqq, juz 1, hal. 80 mendefinisikan Aswaja sebagai berikut; Yang dimaksudkan dengan Sunnah adalah apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan beliau. Sedangkan yang dimaksudkan dengan pengertian Jamaah adalah sesuatu yang telah disepakati oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW pada masa empat Al- Khulafa Al-Rasyidin yang telah diberi hidayah oleh Allah SAW bersabda Ketahuilah bahwa orang-orang sebelum kalian dari ahli kitab itu terpecah menjadi 72 golongan, sedangkan umatku ini akan terpecah menjadi 73 golongan, dan yang 72 golongan itu akan masuk neraka, sedangkan yang 1 golongan akan masuk surga, yaitu Aljamaah. HR. Abu Dawud dan lainnya, dan dishahihkan oleh Imam Hakim, Imam Assyathibi dan Imam Al-Iraqi.Dalam hadis riwayat Imam At Tirmidzi disebutkan, mereka para shahabat bertanya Siapa yang selamat itu wahai Rasulullah ?. Beliau Rasulullah menjawab Yaitu golongan yang mengikuti aku dan para sahabatkuDari Abdullah bin Umar RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda Sesungguhnya Allah tidak mengumpulkan umatku kepada kebatilan kesesatan, dan kekuasaan/keberkahan dari Allah itu diberikan kepada jamaah. Barangsiapa yang terpisah dari golongan mayoritas, maka akan perpisah atau tersesat ke neraka HR. At Tirmidzi.Secara praktek di lapangan, akidah Aswaja dewasa ini mempunyai ciri khas yang dapat membedakan dengan golongan lain, yaitu di dalam bermazhab fikih ibadah dan muamalah selalu beristiqamah mengikuti salah satu empat mazhab fikih mutabar, yaitu mazhab Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafii dan Imam Hambali. Yang mana ke-empat Imam ini hidup antara tahun 80 H hingga 241 ke-empat imam mujtahid mutlaq dalam berfikih inilah yang disepakati oleh para ulama dunia, sebagai ciri khas mazhab Aswaja, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafii dan demikian, jika ada pihak-pihak yang menolak untuk mengikuti salah satu dari ke-empat mazhab ini, atau berusaha menambah mazhab ke-lima, semisal kelompok yang mengklaim sebagai mazhab Ja'fari kelompok Syiah Imamiyah Jakfariyah Khomeiniyah, maka sudah dapat dipastikan jika mereka itu bukan termasuk warga batasan empat mazhab ini pula, maka Aswaja secara otomatis akan menolak kelompok-kelompok yang tidak bermazhab, sekalipun mereka menamakan diri sebagai kelompok yang berpegang teguh dengan Alquran dan Assunnah, semisal beberapa cabang dari kelompok Salafi, atau kaum liberal yang hanya mengandalkan akal pikirannya saja karena mengikuti metode kaum orientalis khusus untuk umat Islam yang berdomisili di Asia Tenggara wilayah Nusantara, maka mayoritas warga Aswaja lebih berpegangan kepada ajaran fikih menurut mazhab Syafii, baik dalam tata cara beramal ibadah kepada Allah, tata cara bermuamalah dengan sesama manusia, maupun dalam menyampaikan dakwah Islamiyah di tengah di dalam berakidah tauhid, selalu istiqamah mengikuti mazhab Asy'ariyah yang dirintis oleh Imam Abu Hasan al-Asyari 260 / 330 H dan mazhab Maturidiyah yang dirintis oleh Imam Abu Mansur al-Maturidi 238 / 333 H sebagai landasan lebih mudah diingat adalah akidah yang mengajarkan 20 sifat wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, dan 1 sifat jaiz bagi Allah. Serta mengajarkan 4 sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi Rasul, dan 1 sifat jaiz bagi demikian, Aswaja menolak ajaran Trilogi Tauhid ala Salafi yang mengajarkan Tauhid Uluhiyah, Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma was Shifat. Termasuk ciri khas mazhab Aswaja yaitu bertumpu pada Alquran, Hadis, Ijma, dan mensitir ayat atau hadis yang akan dijadikan argumentasi, maka warga Aswaja melakukannya secara bertahap, sebagaimana yang selalu diterapkan oleh Imam Asy'ari. Yaitu mengambil makna dhahir dari nash teks Alquran dan Hadis, namun dengan sangat berhati-hati serta tidak menolak penakwilan terhadap nash tersebut, sebab memang ada nash-nash tertentu yang memiliki pengertian sama, namun tidak dapat diambil dari makna dhahirnya, tetapi harus ditakwilkan untuk mengetahui pengertian yang juga tidak menolak penggunaan akal, karena Allah menganjurkan agar umat Islam selalu melakukan kajian prinsipnya warga Aswaja tidak memberikan kebebasan sepenuhnya kepada akal seperti yang dilakukan kaum mu'tazilah, sehingga mereka tidak memenangkan dan menempatkan akal di dalam naql teks agama.Jadi Aswaja itu menjadikan akal dan naql itu saling membutuhkan dan melengkapi. Naql bagaikan matahari sedangkan akal laksana mata yang sehat, dengan akal kita akan bisa meneguhkan naql dalam membela ajaran Aswaja juga diperkenalkan Ilmu tasawuf, yaitu ilmu akhlak yang mengajarkan tata cara serta adab sopan santun beribadah kepada Allah serta tata cara dan adab sopan santun dalam bermasyarakat, hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak muliaAdapun warga Aswaja bersepakat mengikuti ilmu tasawuf berbasis syariat sebagaimana yang diajarkan oleh para ulama Sufi seperti mazhab Imam Junaid al Baghdadi, 210-298 H. Beliau sangat masyhur sebagai penggagas utama teori tasawuf berbasis syariat, beliau mengatakan Pengetahuan kami ini terikat dengan Alquran dan Assunnah sumber Ithaf al-Dhaki. Oman Fathurrahman, 256.Serta mengikuti tasawuf Imam Al-Ghazali 450-505 H, pengarang kitab Ihya Ulumuddin. Termasuk juga mengikuti ajaran Syekh Abdul Qadir al Jailani 470-561 H, pengarang kitab Alghunyah. Serta mengikuti ajaran Alhabib Abdullah bin Alwi Alhaddad 1044-1132 H pengarang kitab Nashaihud Diniyah, sekaligus mengikuti para pemuka Sufi lainnya, yang senafas dengan teori Imam Junaid al Aswaja itu adalah tasawuf berdasarkan syariat dan secara berjenjang sampai pada tingkat ma'rifat billah. Jadi syariah dan tasawuf Aswaja itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena corak tasawuf ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut1 Ajarannya menekankan aspek pembinaan akhlak yang terpuji dalam hubungan antara manusia dan Tuhan maupun dalam hubungan antar sesama manusia dan lingkungannya.2. Ajarannya diselaraskan sepenuhnya dengan ilmu syariat.3. Ajarannya tidak mengandung syathahat yang dipandang telah menyimpang dari ajaran Islam menurut para ulama syariat.4. Ajarannya berdasarkan penafsiran dan pemahaman ajaran Islam yang dekat dengan bunyi teks Alquran dan Hadis.5 Dalam ajaran tasawuf Aswaja masih terlihat jelas perbedaan antara abid dan mabud serta khaliq dan makhluk, sehingga tidak terdapat unsur-unsur syirik baik dalam akidah maupun dalam inilah yang pada akhirnya dilestarikan oleh KH. Hasyim Asy'ari dan para pendiri NU lainnya, sehingga Aswaja dengan pemahaman ini sudah menjadi trade merk bagi akidah warga NU yang tidak dapat diganggu hakikatnya ajaran tasawuf berbasis syariat inilah yang sesuai dengan ajaran para Walisongo sebagai penyebar agama Islam pertama kali di wilayah Nusantara yang wajib dilestarikan oleh segenap warga Aswaja .Saat ini sudah ada pihak-pihak yang berusaha membuat definisi Aswaja gaya baru, dengan cara membongkar-pasang definisi Aswaja yang telah dirumuskan oleh para ulama Salaf dan dilestarikan oleh KH. Hasyim Asy`ari sebagaimana tersebut di yang tidak bertanggung-jawab ini sengaja membuat semacam kritikan sekalipun dengan istilah kajian ulang terhadap definisi Aswaja, lantas mereka membuat rumusan Aswaja yang lebih inklusif, dengan tujuan agar warga Aswaja dapat mengakomodir kelompok Syiah atau liberal, bahkan kelompok Salafi dalam definisi Aswaja gaya baru itu, perlu kiranya warga Aswaja, khususnya warga Nahdliyyin untuk mewaspadai intrik-intrik dari pihak-pihak `perusak akidah` tersebut dan menolak segala bentuk `kebohongan publik` yang mereka lakukan, sekalipun dikemas dengan bahasa ilmiah menurut standar ini, banyak tuduhan negatif dari kaum yang mengaku dirinya paling bermanhaj salaf terhadap umat Islam yang mengadakan tahlilan dan kirim doa kepada ahli kubur, yang dilaksanakan pada hari ke 1, 2, 3 atau hingga hari ke 7, dan pada hari ke 40, 100, 1000, atau pelaksanaan haul tahunan. Kaum Salafi mengatakan bahwa waktu-waktu yang dipilih itu adalah hasil konversi dari adat istiadat Hindu yang diadopsi oleh para pengamalnya. Karena itulah kaum Salafi melarang kelompoknya mengikuti tradisi Hindu menyanggah tuduhan Salafi ini sangatlah mudah. Adat istiadat yang tidak bertentangan dengan ajaran syariat Islam, maka boleh saja diadopsi oleh umat Islam. Contoh, kebiasaan bercelana panjang pantalon dengan memakai baju hem dan berdasi adalah adat istiadat si penjajah Belanda sang penyebar agama Kristen di Indonesia. Mereka jika mengadakan ritual agama Kristen di dalam gereja juga menggunakan celana sebagian ulama di masa penjajahan, sempat mengharamkan penggunaan celana panjang bagi umat Islam, dengan dalil man tasyabbaha biqaumin fahuwa minhum barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka. Karena bercelana pantalon saat itu menyerupai kaum Kristen Belanda, maka dihukumi pada akhir perkembangan, budaya bercelana panjang pantalon sudah menjadi budaya masyarakat muslim Indonesia, bahkan banyak sekali yang melaksanakan salat pun dengan menggunakan celana panjang pantalon.Dasi pun kini sudah menjadi seragam para pegawai perkantoran, maupun anak-anak pelajar sekolah formal setingkat SD, SLTP dan SLTA. Dasi juga menjadi hal yang tidak pernah dipermasalahkan oleh kaum diteliti secara jujur, tidak sedikit kaum Salafi Indonesia yang menggunakan celana panjang pantalon dalam kehidupan sehari-hari, termasuk saat berfatwa di kalangan kelompoknya, bahkan anak-anak mereka juga dimasukkan sekolah formal dengan menggunakan seragam wajib Muhammad SAW sendiri mengadopsi adat istiadat kaum Yahudi dalam melaksanakan puasa sunnah `Asyura, tapi ditambahi 1 hari tanggal 9-10 atau 10-11 Muharram agar tidak sama dengan puasanya dalam sejarah disebutkan, tatkala Nabi Muhammad SAW masuk kota Madinah, beliau mendapati kaum Yahudi berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Lantas beliau Raaulullah bertanya mengapa mereka berpuasa pada tanggal 10 Yahudi menjawab Kami berpuasa karena syukur kepada Allah atas diselamatkannya Nabi Musa dari kejaran Firaun pada tanggal 10 Muharram.. ! Maka Nabi Muhammad SAW mengatakan Sesungguhnya kami lebih berhak bersyukur kepada Allah atas hal itu dari pada kalian .. !Kemudian Nabi Muhamad SAW perintah kepada umat Islam Shuumuu yauma `Aasyuura wakhaaliful yahuud, shuumu yauman qablahu au yauman bakdahu Berpuasa `Asyuura-lah kalian, tapi berbedalah dengan kaum Yahudi, berpuasa jugalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya. HR. Bukhari & koko juga dari budaya China yang mayoritas masyarakatnya beragama Kong Hu Chu dan Atheis, tapi kini menjadi trend sebagai baju muslim masjid dulunya berasal dari kubah gereja kemudian dirubah bentuknya menjadi kubah yang stupa, padahal bentuk stupa juga menjadi salah satu adat rumah ibadah Budha. Sedangkan menara masjid diadopsi dari menara kaum Majusi penyembah api, demikian dan semua adat istiadat tersebut di atas, tidak bertentangan dengan subtansi syariat, maka hukumnya boleh-boleh saja. Apalagi umat Islam mengisi hari-hari kematian keluarganya pada hari ke 1, 2, 3, 7, 40, 100, 1000, dan haul tahunan, yang sangat berbeda dengan adat kaum Hindu. Umat Islam mengisinya dengan membaca Yasin, Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, dzikir-dzikir yang diajarkan Nabi, berdoa mohon ampunan kepada Allah untuk ahli kubur, dan sudah sesuai dengan perintah Nabi Muhammad SAW. Bahkan semua isi amalan tahlilan itu subtansinya adalah pengamalan ajaran Alquran dan Hadis Nabi Muhammad dari kajian Aswaja bersama- KH. Luthfi Bashori- KH. Idrus Ramli- Buya Yahya Ma` Tawfiq Ndon Berikutperbedaan salaf, salafi, dan salafiyah. 1. Salaf Pexels/ "salaf" memiliki arti para sahabat Nabi, tabi’in dan tabi'ut tabiin yang hidup sampai batas 300 H. Tabi’in artinya pengikut, di mana adalah orang Islam awal yang masa hidupnya setelah para sahabat Nabi dan tik mengalami masa hidup Nabi Muhammad. ArticlePDF Available AbstractSedikitnya, hingga kini NKRI masih diliputi 5 tantangan kemiskinan, lemahnya penegakan hukum, karakter kekerasan bebe-rapa ormas Islam, kesenjangan pemanfaatan dalil naqli dan dalil aqli, dan gerakan Wahabi. Kelima tantangan tersebut dapat dimini-malisasi melalui aktualisasi nilai-nilai Aswaja berupa tawassuth moderat, tawazun seimbang, i’tidal tegak lurus, keadilan, dan tasamuh toleran. Upaya aktualisasi tersebut tentu harus ditopang dengan spirit utama dalam dakwah Islam, yaitu menyemai perda-maian dan penegakan akhlak yang mulia. Ditambah lagi pemanfaatan media massa dan teknologi informatika secara berkesinambungan. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. ASWAJA DAN NKRI Upaya Mempertahankan NKRI melalui Aswaja Hairul AnamAbstrak Sedikitnya, hingga kini NKRI masih diliputi 5 tantangan kemiskinan, lemahnya penegakan hukum, karakter kekerasan bebe-rapa ormas Islam, kesenjangan pemanfaatan dalil naqli dan dalil aqli, dan gerakan Wahabi. Kelima tantangan tersebut dapat dimini-malisasi melalui aktualisasi nilai-nilai Aswaja berupa tawassuth moderat, tawazun seimbang, i’tidal tegak lurus, keadilan, dan tasamuh toleran. Upaya aktualisasi tersebut tentu harus ditopang dengan spirit utama dalam dakwah Islam, yaitu menyemai perda-maian dan penegakan akhlak yang mulia. Ditambah lagi pemanfaatan media massa dan teknologi informatika secara berkesinambungan. Kata kunci Aswaja, NKRI Pendahuluan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI adalah warisan berharga nenek moyang kita. Ia diraih melalui proses panjang dan ber-darah-darah. Kehadirannya dicapai berkat perjuangan para pahlawan ke-merdekaan sehingga mengutuhkan keberadaan NKRI. Mereka adalah orang-orang yang sangat berjasa dalam menegakkan kemerdekaan di bu-mi persada ini. Mereka mengharumkan nama Indonesia dengan pengor-banan materi, waktu, harta, bahkan jiwa! Oleh karena itu, bangsa Indo-nesia wajib mengagungkan jasa-jasa para pahlawan kemerdekaan terse-but, dengan merawat NKRI sebagai hasil jerih payah adalah mahasiswa Program Magister PAI Pascasarjana STAIN Pamekasan. Meminjam istilah Radhar Panca Dahana, selaku bangsa Indonesia, kita mesti “Menjadi Manusia Indonesia”. Upaya menjadi tersebut merupakan tantangan tersendiri bagi kita selaku generasi bangsa untuk merawat keutuhan NKRI. Tantangan tersebut mengarah Aswaja dan NKRI Islamuna Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 Kehadiran NKRI tidak semudah mengedipkan mata. Bangsa ini, harus berjuang mati-matian hingga kurang lebih 3,5 abad untuk bisa berdiri tegak dan tidak dibuat bulan-bulanan oleh kaum penjajah. Rentang waktu yang cukup panjang tersebut berada dalam kehidupan kolonialis-me. Sungguhpun demikian, belenggu penjajahan oleh manusia-manusia tak beriman kepada Allah itu mampu dilepaskan atas semangat perjuang-an bangsa Indonesia yang sangat bagian dari NKRI, kini kita bisa bernafas lega. Tak ada lagi penjajah. Tak ada pula dentuman bom atau serentetan bunyi granat. Hidup kita menawarkan kedamaian. Dan bangsa yang berada di bawah payung NKRI ini leluasa merajut jalinan sosial setiap harinya. Seiring meretasnya waktu, orang-orang yang hidup di atas bumi pertiwi ini se-makin banyak. Dan kehidupan multikultural tetap menjadi ciri khas uta-manya. Pada titik itu, kehidupan multikultural menjadi berkah tersendiri. Di dalam tubuh NKRI terkandung bermacam-macam ras, etnik, suku, dan agama. Budaya yang mewarnai kehidupannya pun tak kalah banyaknya. Dan sudah menjadi fitrah kehidupan, multikulturalitas tersebut sudah pasti melahirkan problem kebangsaan. Dan problem kebangsaan acapkali dihadapkan pada sikap menutup diri eksklusif terhadap perbedaan-per-bedaan yang ada. Sungguh aneh ketika perbedaan menguncup pada lahirnya masa-lah. Mestinya perbedaan tersebut diracik untuk kemudian menciptakan kehidupan yang lebih harmonis dan menjunjung tinggi perdamaian. Te-tapi nyatanya, kemestian tersebut selalu dibentur oleh ketidakmestian. Perbedaan acapkali menjadi laknat, bukan nikmat. Akibatnya, kesenja-ngan hidup di altar NKRI ini menjadi suatu hal yang cukup memilukan. pada penyadaran diri. Dalam batas tertentu, Dahana telah memberikan kontribusi positif untuk melahirkan kesadaran dalam diri kita sehingga betul-betul selalu berupaya mera-wat NKRI selamanya. Temukan dalam Radhar Panca Dahana, Menjadi Manusia Indonesia Yogyakarta LKiS, 2001. Dalam catatan sejarah, semangat juang arek-arek Suroboyo telah memberikan gamba-ran kuat akan hal itu. Setidaknya, itu terabadikan dalam Resolusi Jihad pada 10 November 1945 yang gerakannya dipelopori oleh para sesepuh Nahdlatul Ulama. Perla-wanan mereka terhadap para penjajah menjadi bukti nyata betapa mereka punya komit-men tinggi untuk mempertahankan kemerdekaan serta merawatnya sehingga hingga kini NKRI tetap berdaulat. Hairul Anam Islamuna Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 Dan parahnya, agama kerapkali dijadikan alasan untuk membenarkan ke-senjangan tersebut. Lebih dari itu, di NKRI, ajaran utama dalam beragama Islam agar menebar kedamaian dalam hidup seakan nyaris menjadi slogan belaka. Berbeda agama atau pemahaman tak jarang dijadikan pembenaran untuk mencuatkan permusuhan. Bahkan anehnya, sesama umat beragama pun kurang mampu meredam emosi untuk tidak saling bermusuhan. Darah mengalir sia-sia dan persahabatan membuncah pada pertengkaran sering-kali difaktori oleh pola kehidupan beragama yang ekslusif. Dan ini men-jadi fenomena tak asing lagi dalam kehidupan beragama Islam di bumi nusantara ini. Di Indonesia hingga kini tumbuh Ormas-Ormas yang berbaju Islam tetapi mengabaikan substansi dari ajaran Islam itu sendiri. Mereka lebih cenderung bertindak melalui jalur kekerasan. Mereka selalu mene-gaskan bahwa kekerasan tersebut bagian dari strategi dakwah. Padahal, Rasulullah Saw. tak pernah memakai jalur kekerasan dalam berdakwah kecuali memang dalam keadaan terdesak dan genting. Beliau tidak mela-kukan peperangan kecuali memang diserang. Dan hebatnya, Rasulullah tetap berlaku baik terhadap musuh yang membenci atau hendak hidup bernegara dan beragama Islam di Indonesia terbilang masih jauh dari tujuan ideal keberadaan Islam, sebagai agama damai bagi semesta alam. Ada saja kasus anyar yang berbalutkan kekerasan berna-faskan agama. Penyerangan diskusi buku LKiS karya Irshad Manji ber-judul “Allah, Liberty and Love”, Rabu, 9 Mei 2012 yang dilakukan oleh aktivis Majelis Mujahiddin Indonesia MMI menjadi catatan merah da-lam kehidupan beragama Islam di Indonesia. Massa yang membawa selebaran Majelis Mujahiddin Indonesia itu mengobrak-abrik diskusi bu-ku tersebut dengan brutal. MMI menegaskan bahwa tindakan mereka itu bernafaskan perintah agama, nahî mungkar mencegah perbuatan-perbu-Dalam sejarahnya, betapa Rasulullah masih sudi memaafkan kafir Quraisy Mekkah ketika beliau kuasa menaklukkan Mekkah fathul mekkah. Dengan pengikut kuat yang beliau sudah bangun sewaktu di Madinah, beliau dan pengikutnya itu berbondong-bondong masuk Mekkah tanpa harus menumpahkan darah. Terkait hal ini, menarik dibedah karya Khalil Abdul Karim, Negara Madinah Politik Penaklukan Masyarakat Suku Arab Yogyakarta LKiS, 2011. Aswaja dan NKRI Islamuna Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 atan yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Penegasan tersebut tentu kurang fair, karena mengabaikan spirit perdamaian dalam Islam. Ada juga Front Pembela Islam FPI. Gerakan Ormas ini hampir tidak jauh berbeda dengan MMI serta Ormas-Ormas lainnya yang berwajah angker, menjadikan kekerasan sebagai pola dakwah mereka. Kalau mau jujur, sudah berapa banyak fasilitas negara yang mereka rusak? Sudah berapa banyak pula cucuran darah yang difaktori tindakan-tindakan keras mereka? Mereka memang saudara kita, sesama muslim. Tetapi tindak kekerasan yang sering mereka pelopori bukanlah perilaku yang patut demikian, kekerasan tersebut pasti ada penyebabnya. Merebaknya koruptor dan lemahnya penegakan hukum yang telah me-warnai tubuh NKRI dijadikan alasan untuk membenarkan tindak keke-rasan tersebut. Begitu halnya kian merebaknya demoralisasi bangsa. Dan kemiskinan makin mencuat sehingga menambah buram kehidupan bangsa ini. Keadilan yang kurang membumi di negeri ini menjadi pemicu uta-manya kekerasan yang berbalut agama. Di samping itu, demoralisasi bangsa menjadi semua itu, sekali lagi, tindakan kekerasan tetap tidak bisa di-benarkan. Semua agama mengamini hal mencegah kemungka-Karakter kekerasan FPI ini kian kentara dari diskusi Habib Salim dari FPI dengan KH Ali Mustafa Yaqub dari PBNU di TVOne, belum lama ini. Diskusi tersebut dalam rangka merespon rencana konser Lady Gaga penyanyi luar negeri di Indonesia. Pada kesempatan itu, Salim selalu menekankan bahwa dirinya siap ditembak mati demi menegakkan nahî mungkar mencegah kemungkaran meski dilakukan dengan jalan kekerasan. Lebih jelasnya, saksikan video di dinding facebook Akhmad Sahal Wakil Ketua Pengurus Cabang Istimewa NU Amerika-Kanada. Video diambil pada Kamis, 4 Desember 2014. Tindak kekerasan yang acapkali dilakoni FPI dan semacamnya, tak jarang berdalih karena penegakan hukum serta keadilan di negeri ini sangat lemah. Plus demi penyelamatan akhlak bangsa. Kendati demikian, pembacaan seperti ini tak dapat dijadikan sandaran untuk menancapkan kuku kekerasan di berbagai lini kehidupan berbangsa dan beragama. Apapun alasannya, apapun yang melatarbelakanginya, jalan kekerasan bukanlah sikap bijak yang patut kita amini sebagai tindakan tak benar, jauh dari nafas Islam. Buku yang mengulas secara baik ragam pandangan agama terhadap tindakan kekerasan „berbaju‟ agama ialah Armada Riyanto ed., Agama anti Kekerasan; Membangun Iman yang Merangkul Malang Dioma, 2000. Hairul Anam Islamuna Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 ran dengan jalan mungkar sangat tidak islami. Klaim kebenaran diri dengan mengabaikan peluang kebenaran orang lain the other, juga sangatlah naïf. Termasuk pula mengedepankan teks nash agama daripada akal atau sebaliknya, tentu kurang tepat. Dan adil dalam menghadapi perbedaan harus selalu digalakkan. Pada aras itu, sikap keberagamaan kita harus selalu berpijak pada nilai-nilai yang terkandung dalam paham ahlussunnah wal jamâ‟ah Aswaja, yaitu meliputi tawassuth moderat, tawazun seimbang, dan i`tidal tegak lurus, keadilan. Ditambah lagi tasamuh toleran. Nilai-nilai tersebut merupakan cerminan dari Aswaja warga NU Aswaja An-Nahdliyah. Kajian mengenai upaya „merawat‟ NKRI melalui aktualisasi nilai-nilai Aswaja An-Nahdliyah dalam kehidupan beragama Islam di Indonesia, hemat penulis, sangat penting dilakukan. Melaluinya, tindak kekerasan yang berbalutkan agama dan mengancam keutuhan NKRI sela-ma ini bisa dipotret betapa hal itu tidak sejalan dengan nafas Islam. Dengan demikian, ungkapan Islam sebagai agama yang rahmatan lil âlamîn diharapkan tidak sebatas menjadi slogan yang hampa makna. Dari penjabaran di atas, artikel ini akan menitiktekankan pada pembahasan seputar tantangan utama kehidupan bernegara dan beragama Islam di Indonesia. Selain itu, juga akan menguarai tentang langkah yang bisa ditempuh guna aktualisasi nilai-nilai Aswaja dalam menyikapi tantangan kehidupan bernegara dan beragama Islam di Indonesia demi merawat NKRI. Mengenal Aswaja Dataran Teoritik Kajian tentang Aswaja tidak terlepas dari perdebatan sengit dan memunculkan perhatian tersendiri dari banyak kalangan, terutama dari para pemuda dan kiai-kiai NU yang peduli terhadap keutuhan NKRI. Perdebatan tersebut dilandaskan pada pemikiran sehat dan niat baik, sebab tidak mewujud kekerasan melainkan kajian secara mendalam untuk mendapatkan pemahaman yang lebih kuat lagi terkait dengan Aswaja—khususnya versi warga NU. Perdebatan tentang Aswaja di NKRI ini hakikatnya telah lama bergulir, yakni berkisar akhir dasawarsa 1980-an dan awal 1990-an. Dan—dari penelusuran referensi penulis—hal itu tambah terasa mencuat Aswaja dan NKRI Islamuna Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 ketika perdebatan tersebut tersusun dalam sebuah buku “Kontroversi Aswaja Aula Perdebatan dan Reinterpretasi”. Buku ini dipetakan ke dalam 3 bagian perdebatan sejarah, perdebatan makna, serta tanggapan dan refleksi. Di dalamnya terkumpul gagasan-gagasan dari pemikir muda dan sesepuh NU. Sehingga, terasa sekali adanya iklim pengetahuan yang sangat kental dan segar. Buku setebal 193 halaman itu menyuguhkan ragam perspektif tentang Aswaja. Kalau buku tersebut mau dilihat sebagai naskah drama, maka pemeran utamanya ialah Said Aqiel Siroj yang kini menakhodai PBNU Jakarta Pusat. Sementara alm. Gus Dur, dalam kapasitasnya yang ketika itu sebagai ketua PBNU, dalam hal ini disebut-sebut sebagai figur yang memfasilitasi berlangsungnya perdebatan dan reinterpretasi Aswaja tahun kemudian, tepatnya 2006, para pemuda NU kem-bali membincangkan Aswaja An-Nahdliyah ke dalam jurnal Tashwirul Afkar. Jurnal yang diterbitkan Lakpesdam NU, ini mengangkat tema umum yang cukup berani “Manhajul Fikr NU Sebuah Pencarian yang Tak Tuntas”.Karena fokus pembahasannya memang pada Ormas NU, Aswaja An-Nahdliyah di dalamnya dikupas secara kritis. Dalam pada itu, karya ilmiah ini tidak berpretensi untuk meng-hadirkan kembali perdebatan di atas. Tegasnya, perdebatan tersebut tetap menguncup pada sebuah pemahaman bahwa Aswaja An-Nahdliyah beser-ta nilai-nilainya tetap menarik dan dibutuhkan dalam kehidupan kekinian. Selanjutnya ialah tinggal bagaimana segenap umat Islam mengaktual-kannya dalam kehidupan di NKRI ini. Telaah, Imam Baehaqi ed., Kontroversi Aswaja Aula Perdebatan dan Reinterpretasi Yogyakarta LKiS, 2000. Buku ini menghadirkan ragam pemikiran yang mendasarkan pada paham Aswaja. Mulai dari persoalan sosial, politik, budaya, dan utamanya dalam bidang akidah. Nama lengkapnya adalah KH Abdurrahman Wahid. Dalam catatan Wikipedia, beliau merupakan mantan presiden NKRI yang ke-4. Gus Dur dilahirkan di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 dan meninggal dunia di Jakarta, 30 Desember 2009 pada umur 69 tahun. Telusuri, Data diambil pada Ahad, 27 Mei 2012. Imam Baehaqi ed., Kontroversi Aswaja … , hal. vii. Lihat, Jurnal Tashwirul Afkar, “Manhajul Fikr NU Sebuah Pencarian yang Tak Tuntas”, Edisi No. 19 Tahun 2006. Hairul Anam Islamuna Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 Dalam istilah masyarakat yang berada di bawah naungan NKRI, Aswaja adalah singkatan dari Ahlussunnah wal Jamâ’ah. Mencermati hal itu, terdapat 3 kata yang membentuk kata tersebut Ahl, Al-Sunnah, dan Al-Jamâ’ah. Ahl berarti keluarga, golongan atau pengikut. Sedangkan Al-Sunnah ialah semua yang datang dari Rasulullah ucapan, perbuatan, dan pengakuannya. Sedangkan Al-Jamâ`ah ialah apa yang telah disepakati oleh para Sahabat Rasulullah pada masa Khulafaur Rasyidin. Dan karena bidikan bahasan ini warga NU, maka penulis menambah An-Nahdliyah di belakangnya. Istilah terakhir ini merupakan sebutan bagi warga atau organisasi NU. Pada wilayah tersebut, di dalam Aswaja An-Nahdliyah, terdapat nilai-nilai yang penting untuk selalu diaktualkan dalam kehidupan berne-gara dan beragama Islam di NKRI. Secara umum, nilai tersebut meliputi empat hal tawassuth, tawazun, i’tidal, dan tasamuh. Tawassuth adalah sikap moderat, tidak ekstrem kiri atau kanan. Adapun tawazun ialah sikap seimbang dalam segala hal, termasuk kese-imbangan dalam penggunaan dalil `aqli rasio dan dalil naqli al-Qur‟an dan Hadis. Sedangkan i`tidal berarti tegak lurus dan adil. Adapun tasa-muh berarti toleran, menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Tantangan Kehidupan Bernegara dan Beragama Islam di Indonesia Kesetiaan para elit dan anak-anak bangsa pada warisan tradisi dan budaya bangsa Indonesia sendiri menjadi faktor terpenting utuhnya NKRI. Adapun kehidupan multikultural menjadi fakta yang diterima dan dihargai. Dan agama menempati posisi tersendiri di dalamnya. Sungguh pun demikian, NKRI yang berhaluan demokratis diha-dapkan pada tantangan kehidupan beragama Islam yang cukup kompleks. Islam sebagai agama yang banyak penganutnya di Indonesia sangatlah menjadi penentu akan roda kenegaraan ini. Karena itu, tantangan yang melekatinya menjadi penentu pula terhadap keutuhan NKRI. Secara lugas, penjelasan mengenai pengertian Aswaja ini tertuang secara lugas dalam KH Muhyiddin Abdusshomad, Aqidah Ahlussunnah wal-Jamâ’ah Terjemah & Syarh Aqidah al-Awam Surabaya Kholista, 2009, 7-9. Aswaja dan NKRI Islamuna Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 Kondisi umat Islam di Indonesia rata-rata masih tergolong mis-kin. Dan siapapun mengamini, kemiskinan yang tidak diimbangi dengan keimanan dan keberislaman yang arif lazimnya memunculkan sikap yang kurang islami. Tak menutup kemungkinan ia mudah diajak untuk ber-tindak kekerasan hanya demi sesuap nasi. Dan kalau sampai hal ini me-wabah serta tidak ada pengendalian dari banyak kalangan, masa depan NKRI bisa terancam. Pemerintah NKRI sudah berjanji hendak mengurangi angka kemiskinan dari waktu ke waktu. Menurut catatan pemerintah, dari jum-lah orang miskin sebelumnya yaitu sekitar 17,7 juta orang pemerintah menargetkan turun menjadi 16 juta orang hingga akhir tahun 2011. Se-lanjutnya, pemerintah telah menargetkan untuk dapat menurunkan angka kemiskinan menjadi sekitar 14,4 juta orang miskin di Indonesia. Tetapi sebagaimana biasa, janji tersebut masih belum mewujud nyata. Banyak kalangan yang menilai pemerintah NKRI belum berhasil menekan angka kemiskinan secara yang lemah karena gelimang kemiskinan tak jarang membuat pikiran dan sikap seseorang kurang bijak. Konsekuensinya, bukan sesuatu yang aneh lagi ketika ada orang Islam mau berbuat keja-hatan demi mengganjal isi perutnya. Dan para demonstran yang selalu bertindak anarkis, tampaknya masuk ke dalam katergori ini. Bisa saja mereka berbuat anarkis untuk mendapatkan uang atau materi lainnya. Di samping itu, suburnya organisasi-organisasi masyarakat Ormas yang mendedahkan nafas Islam ke dalam dirinya tetapi menjauhi nilai-nilai substansial dari ajaran Islam dan kebudayaan yang terkandung dalam NKRI menambah tantangan tersebut. Nilai-nilai Aswaja An-Nahdliyah pun kerapkali terabaikan karena gaung gerakan mereka yang bernafaskan kekerasan atas nama hal itu tergambar Kondisi ini cukup dipertegas oleh Muhamad Hazairin dalam artikelnya di Kompasiana bertajuk “Orang Islam Indonesia Masih Miskin”, 09 Juni 2010. Kamis, 4 Desember 2014. Temukan dalam Pikiran Rakyat Online, Angka Kemiskinan di Indonesia Masih Tinggi, Jumat, 30/12/2011. Diakses pada Kamis, 4 Desember 2014. Ormas-Ormas Islam yang sering melakukan kekerasan di NKRI ini ialah Front Pem-bela Islam FPI, Majlis Mujahiddin Indonesia MMI, dan sejenisnya. Ormas-Ormas ini hampir selalu melakoni kekerasan yang tentu menggoyahkan keutuhan NKRI. Khusus Hizbut Tahrir Indonesia HTI, lazimnya melakukan gerakan „bawah tanah‟ dengan Hairul Anam Islamuna Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 jelas dari tindak kekerasan yang acapkali didalangi oleh mereka dari waktu ke waktu. Kenyataan di atas tidak terlepas dari egoisme diri yang begitu tinggi. Di samping itu, kesadaran bersejarah yang lemah menjadi penye-bab lainnya. Kalau mereka baca Ormas garis keras mau membuka hati, setidaknya mereka sadar betapa NKRI ini hadir berkat perjuangan dan persatuan banyak kalangan. Tindak kekerasan yang tak jarang dilakoni oleh mereka hanya mencederai perjuangan dan persatuan yang sudah lama terbangun dalam tubuh NKRI. Timpangnya penegakan hukum juga menjadi tantangan yang tak kalah mengkuatirkan. Kondisi ini acapkali dijadikan pijakan oleh orang-orang yang tak berkenan bila NKRI tetap utuh. Dengan alasan betapa bejatnya penegak hukum sehingga para koruptor menjadi banyak, tak jarang digaungkan sesuatu yang berbalutkan spirit melemahkan keutuhan NKRI. Mereka berpendapat, demi kemaslahatan umat, NKRI harus di-ubah menjadi negara agama. Dalam hal ini yang sering mencuat ialah tegaknya Negara Islam. Padahal dalam sejarah Rasulullah, tidak ada Ne-gara Islam, yang ada hanyalah Negara pada itu, tantangan kehidupan bernegara dan beragama Islam di NKRI ini yang paling berbahaya ialah gerakan paham Wahabi. Sejalur dengan penjabaran di atas, paham ini menginginkan tegaknya Negara Islam di bumi persada ini. Banyak jalan yang sudah mereka menancapkan ide-ide pembentukan Khilafah Islamiyah. Lihat, Sri Mulyati, “Pertarungan Pemikiran NU dan Kelompok Islam Lain” dalam jurnal Tashwirul Afkar, Edisi No. 21 tahun 2007. Banyak karya yang telah menyinggung betapa kekerasan atas nama agama itu tidak sejalan dengan nafas Islam. Dan karya yang terbaru ialah Machasin, Islam Dinamis, Islam Harmonis Lokalitas, Pluralisme, Terorisme Yogyakarta LKiS, 2012, 235-243. Berbicara upaya pembentukan Negara Islam, saya tertarik dengan pemikiran santun KH A Mustofa Bisri. Dalam pandangannya, pembentukan Negara Islam hanya mela-hirkan formalisasi ajaran agama Islam. Dan formalisasi tersebut akan mengubahnya dari agama menjadi ideologi yang batas-batasnya akan ditentukan berdasarkan kepentingan politik. Islam yang semula bersifat terbuka dan luas pada akhirnya menjadi sempit. Dan ini sangat merugikan bagi keberlangsungan umat yang beragama Islam maupun umat yang tidak bergama Islam. Temukan dalam, A Mustofa Bisri, “Belajar Tanpa Akhir Epilog” dalam Ilusi Negara Islam, 234. Buku yang secara mendalam mengupas tentang Negara Madinah ini ialah karya Khalil Abdul Karim, Negara Madina. Aswaja dan NKRI Islamuna Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 tempuh. Kalau tidak disikapi dengan bijak, ini bisa meruntuhkan keutu-han NKRI. Tantangan berikutnya ialah pola pemikiran yang kurang menye-imbangkan dalil `aqli akal dengan dalil naqli al-Qur‟an dan Hadis. Munculnya komunitas yang mendaulat dirinya sebagai pemikir liberal melahirkan kegelisahan tersendiri. Mereka nyaris mengagungkan akal ditimbang wahyu. Begitu pula sebaliknya, masih tak jarang ditemukan pemikir Islam yang mengedepankan dalil naqli secara tekstual atau tidak kontekstual dengan mengenyampingkan keberadaan akal. Fenomena ini memunculkan perdebatan-perdebatan sengit tetapi miskin makna. Akibat-nya, orang-orang awam menjadi bingung lantaran perdebatan tersebut memantikkan ketidakseimbangan antara akal dan wahyu. Merawat NKRI melalui Paham Aswaja Sudah dimaklumi dalam penjabaran di atas, tantangan kehidupan bernegara dan beragama Islam di Indonesia sangatlah banyak. Setidak-nya, terdapat 5 tantangan utama kemiskinan, lemahnya penegakan hu-kum, karakter kekerasan beberapa Ormas Islam, kesenjangan pemanfa-atan dalil naqli dan dalil `aqli, dan gerakan Wahabi. Itu semua membu-tuhkan semangat juang untuk selalu berupaya melakukan aktualisasi nilai-nilai Aswaja An-Nahdliyah ke dalamnya. Ini tak lain demi mengemban amanah mulia, yaitu merawat keutuhan NKRI. Dalam menyikapi kemiskinan, umat Islam tidak sepenuhnya mesti menergantungkan dirinya kepada pemerintah. Mereka harus berdaya secara ekonomi dan belajar untuk bisa hidup mandiri. Akan tetapi, peme-rintah tidak boleh lepas tangan. Dalam hal ini, organisasi Islam terbesar di Indonesia seperti NU menempati posisi penting menyikapi persoalan ini. Sebagai Ormas Islam yang membawa misi Aswaja, NU harus tetap meng-awal peradaban bernegara dan beragama Islam di Indonesia. Jalan yang dominan mereka tempuh ialah kekerasan. Itu sudah lama bergulir. Cukup menarik kajian sejarah yang dilakukan oleh Syaikh Idahram yang dikontekstualisasikan dalam kehidupan NKRI. Tentang hal ini, bisa dilacak dalam Syaikh Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi Yogyakarta LKiS, 2011. Bandingkan dengan Syaikh Idahram, Ulama Sejagad Menggugat Salafi Wahabi Yogyakarta LKiS, 2011. Buku yang terakhir ini, pernah saya resensi di NU Online PBNU dan juga di NU Online Pamekasan, Minggu, 4 Maret 2012. Hairul Anam Islamuna Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 Dalam hal perekonomian guna menyikapi problem kemiskinan, di negeri ini pernah dibentuk Nahdlatut Tujjar. Syekh Hasyim Asy‟ari dan KH Abdul Wahab Hasbullah menjadi pelopor utama di dalamnya, sehingga dicetuskan Piagam Nahdlatut Tujjar. Mencermati hal ini, nilai i'tidal cukup terasa. Upaya untuk menyejahterakan perekonomian masya-rakat adalah bentuk lain dari keadilan yang patut dijunjung tinggi. Piagam Nahdlatut Tujjar di atas mengindikasikan betapa kemis-kinan di negeri ini harus dihadapi secara bersama-sama dan komitmen yang tinggi. Dan orang yang miskin terlebih dahulu harus diubah paradig-manya agar tidak selalu hendak menergantungkan hidupnya kepada orang lain. Berikut petikan kalimat dalam Piagam Nahdlatut Tujjar yang me-nunjukkan hal itu “Mereka melakukan sikap tajarrud sikap mengisolir dan membebaskan diri dari mencari nafkah, sedangkan mereka belum mampu. Akibatnya sebagian besar mereka harus merendah-rendahkan diri minta bantuan orang kaya yang bodoh atau penguasa yang durhaka.” Dari redaksi bahasa yang digunakan, tampaknya bangsa ini pernah hidup dalam kondisi perekonomian yang cukup mengenaskan. Tentu saat ini tidak separah seperti itu. Hanya saja, di beberapa tempat di perkotaan, tak jarang kita masih mendapati para pengemis yang tentu menyentuh sanubari. Ada yang tua sembari menggendong anaknya, dan tak sedikit yang masih anak-anak di bawah umur. Mereka menjalani kehidupan keras di kota berbalutkan kondisi perekonomian yang sangat lemah. Lantas, siapa yang patut disalahkan? Menilik persoalan tersebut, tak sepantasnya kita perpikir hitam-putih, tidak mudah memberikan klaim kesalahan. Satu hal yang penting ialah mencarikan solusi alternatif guna memecahkan persoalan tersebut. Salah satunya ialah dengan melabuhkan nilai Aswaja An-Nahdliyah berupa keadilan i`tidal. Konkretnya, pemerataan kesejahteraan di negeri ini mesti digalakkan. Sebab, dengan begitu, kemiskinan dapat dimini-malisir sedemikian rupa. Dan ini tidak bakal berlangsung maksimal tanpa adanya komitmen tinggi dari pemerintah, pengusaha, warga Nahdliyin, dan masyarakat secara umum. Penyediaan lapangan kerja, misalnya. Ini masuk kategori i`tidal kalau merata dan tidak hanya dimiliki oleh bebe-rapa orang saja. Piagam Nahdlatut Tujjar ini terdokumentasikan dalam Abdul Mun‟im DZ, Piagam Perjuangan Kebangsaan Jakarta Setjen PBNU-NU Online, 2011, 26-28. Aswaja dan NKRI Islamuna Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 Adapun penegakan hukum yang lemah, ini tetap berkaitan dengan nilai i'tidal. Di NKRI ini, penegakan hukum acapkali diidentikkan dengan pisau; posisi atas tumpul, sedangkan posisi pijau bawah tajam. Kalau analogi tersebut ditarik pada ranah hukum, dijumpai betapa mereka yang bermodal dan atau memegang kekuasaan sering „selamat‟ atau setidaknya mendapat sanksi ringan dibanding masyarakat kelas bawah. Pencuri ayam, misalnya. Tanpa bermaksud membenarkan tindakan tersebut, tak jarang penegak hukum di negeri ini melakukan intimidasi dengan pem-berian sanksi berat kepadanya. Berbeda dengan para koruptor yang sering berbelit dan bahkan „selamat‟ dari jeratan hukum atau mendapatkan wilayah itu, di NKRI, pernah mencuat wacana hukuman mati bagi koruptor. Hukuman tersebut dinilai pantas mengingat koruptor adalah musuh terbesar bangsa ini. Mereka telah merusak seluruh sistem kehidupan dan mengubur nilai-nilai agama dan warisan luhur para pendiri bangsa. Sehingga berakibat pada rapuhnya pembangunan, lumpuhnya ekonomi, lemahnya penegakan hukum, tersumbatnya pendidikan, me-ningkatnya angka kemiskinan dan pada akhirnya berpotensi menghan-curkan bangsa ini. Sungguh tindakan korupsi merupakan perbuatan keji dan berbahaya. Karena itulah, mereka sangat pantas dienyahkan dari kehidupan ajaran Islam, korupsi dapat dikategorikan dalam tindakan ghulul/penggelapan Ali-Imran/3 161, mengambil harta dengan cara yang batil al-Baqarah/2 188, seperti, suap risywah, aklu al-suht atau mengambil harta orang lain dengan cara yang diharamkan Ironisnya, di NKRI, koruptor bisa mendapatkan remisi atau pengurangan masa hu-kuman. Ini tentu terdengar lucu di tengah kian maraknya para koruptor di negeri ini. Karena itulah, saya sangat mendukung upaya pemberhentian adanya remisi tersebut. Pandangan saya ini pernah mencuat beberapa waktu yang lalu. Temukan dalam “Permanenkan Moratorium Remisi bagi Koruptor”, Rabu, 2 November 2011. Data ini diakses 4 Desember 2014. Tegasnya, penundaan remisi bagi koruptor itu mesti dikekalkan, tidak diotak-atik lagi. Terkait wacana ini, baru-baru ini KPK telah menegaskan bahwa dirinya sangat mendu-kung. KPK menyetujui hukuman mati untuk koruptor. Hukuman tersebut dinilai sebagai hal yang pantas, terutama bagi koruptor yang sampai mengulangi kedua kali tindakan korupsinya. Pernyataan ini, ditegaskan sendiri oleh ketua KPK Abraham Samad. Te-lusuri dalam 25 April 2012. Data ini diakses pada 4 Desember 2014. Hairul Anam Islamuna Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 al-Maidah/5 62. Landasan ini cukup kuat untuk menegaskan bahwa tindakan korupsi yang hingga kini mewabah di NKRI merupakan tin-dakan bejat dan harus disikapi secara tegas oleh para penegak hukum di negeri ini. Sedangkan tindak kekerasan yang sering didalangi Ormas Islam garis keras semacam FPI dan sejenisnya, tentu tak bisa ditolerir. Men-cegah kemungkaran dengan jalan mungkar adalah kesalahan tak terma-afkan. Sebab, Rasulullah dan para sahabatnya telah memberikan gam-baran jelas hal itu. Berkenaan dengan ini, menarik disimak sebuah kisah di bawah ini. Saat menjabat sebagai khalifah, Umar bin Khattab suatu kali ber-jalan-jalan menyusuri Madinah. Begitu sampai di suatu sudut kota, Kha-lifah Umar mendapati suatu rumah yang beliau curigai sedang dipakai un-tuk bermaksiat. Sang Khalifah ingin mengecek untuk memastikannya, tapi rumah itu tertutup rapat. Akhirnya beliau memaksa masuk melalui atap. Dan benar saja, tuan rumah sedang asik bermaksiat di rumahnya. Langsung saja Khalifah Umar menghentikankannya, dan hendak me-nangkapnya. Anehnya, pemilik rumah justru tidak terima. Ia mengakui memang telah berbuat dosa. Tapi menurutnya dosanya cuma satu. Se-dangkan perbuatan Umar yang masuk rumahnya lewat atap justru me-langgar tiga perintah Allah sekaligus. Yakni, mematai-matai tajassus yang jelas dilarang dalam al-Qur‟an Q4912; masuk rumah orang lain ti-dak melalui pintu seperti yang diserukan al-Qur‟an Q2 189; dan tanpa mengucapkan salam, padahal Allah memerintahkannya Q24 27. Me-nyadari kesalahan tindakannya, Khalifah Umar akhirnya melepaskan orang tersebut dan hanya menyuruhnya Umar, dalam kapasitasnya sebagai kepala negara saat itu, mestinya punya otoritas yang sah untuk mencegah kemungkaran yang dilakukan salah seorang rakyatnya. Namun berhubung cara nahi munkar beliau terbukti melanggar aturan Tuhan, pelaku maksiat tersebut akhirnya lolos. Dari sini terdapat sejarah bernafaskan nilai tawassuth, tidak ekstrem dalam bertindak. Mencegah kemungkaran haruslah dijalankan dengan cara yang tidak mungkar. Pelajaran ini di petik dari cerita yang dikutip Imam Al-Ghazali dalam Ihya‟ Ulum al-Din II 320 yang diulas secara lugas oleh Akhmad Sahal selaku Wakil Ketua Pengurus Cabang Istimewa NU Amerika-Kanada dalam Majalah Tempo, edisi 14 Mei 2012. Aswaja dan NKRI Islamuna Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 Berkenaan dengan itu, NKRI merupakan negara sah yang dileng-kapi dengan seperangkat kekuasaan guna mencegah kemungkaran. Dalam hal ini, seperti ditegaskan ulama Indonesia KH Ali Mustafa Yaqub yang mengutip pernyataan Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya‟ Ulumuddin, dalam urusan mencegah kemungkaran, rakyat hanya boleh melakukan 2 hal saja memberitahukan tentang kemungkaran itu dan memberikan dasar itu, Ormas Islam semacam FPI tidak dapat dibernarkan ketika berbuat kekerasan atas nama memberantas kemungkaran. Itu wewenang pemerintah NKRI. Dalam kasus rencana konser Lady Gaga, misalnya. FPI secara lantang hendak menindak keras kalau sampai konser tersebut tidak diurungkan di NKRI ini. Bahkan, FPI menyatakan siap ditembak. Kaitannya dengan kasus Lady Gaga, menarik apa yang disam-paikan ketua PBNU KH Said Aqil Siroj. Beliau berujar "Walaupun Lady Gaga dateng sejuta kali, iman umat NU tidak akan goyah."Saya pikir, sebagaimana diakui Akhmad Sahal Wakil Ketua Pengurus Cabang Istimewa NU Amerika-Kanada dalam dinding facebooknya, pernyataan Kiai Said tersebut tidak main-main. Beliau serius. Sebab, hal itu sudah ada jaminan dari Allah dalam al-Qur‟an surat al-Ma‟idah 105. Berikut petikan ayatnya Pernyataan ini disampaikan dalam diskusi di TVOne antara K KH Ali Mustafa Yaqub dengan Habib Salim dari FPI. KH Ali Mustafa Yaqub menjabarkannya pada Diskusi yang berlangsung selama tersebut terabadikan di YouTobe. Diakses pada 4 Desember 2014. Temukan dalam 19 Mei 2012. Diakses 4 Desember 2014. Terjemah ayat tersebut “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, Maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Ayat ini memberitahukan kepada kita bahwa kesesatan orang lain itu tidak akan memberi mudharat kepada kita, asal kita telah mendapat petunjuk. Tapi tidaklah berarti bahwa kita tidak diperintahkan berbuat yang Hairul Anam Islamuna Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 Di samping itu, Kiai Sa‟id juga menegaskan bahwa NU tidak mau terjebak kontroversi konser Lady Gaga. Pihaknya tidak mau menolak sekaligus tidak mau mendukung. Sebab, dalam pandangan Kiai Sa‟id, penerimaan dan penolakan yang bergulir selama ini itu tidak lepas dari unsur kepentingan. Dan NU tidak mau ditarik ke dalam ranah kepen-tingan itu. Pernyataan ini tampaknya mencerminkan sigap tasamuh yang menghargai perbedaan atau pro-kontra terhadap rencana konser Lady Gaga. Polemik tersebut bisa juga ditarik pada ranah pemeliharaan ter-hadap nilai-nilai luhur NKRI. Tentu penampilan Lady Gaga dan seje-nisnya tidak mencerminkan budaya NKRI. Karena itu, filterisasi budaya merupakan bagian dari upaya merawat NKRI sebagai cerminan dari nilai tawazun; menyeimbangkan antara nilai luhur bangsa dengan budaya yang dating dari luar; tidak diterima sekaligus tidak ditolak secara mentah-mentah. Nilai luhur dan karakter bangsa NKRI adakalanya tergadaikan hanya dengan alasan kebebasan. Budaya Barat yang tak jarang berban-ding terbalik dengan nilai luhur budaya NKRI diterima secara mentah-mentah. Atas nama seni, tak jarang pornografi dan pornoaksi dianggap tidak jadi persoalan. Dari itu, saya sependapat dengan pandangan ketua PBNU selaku benteng pertahanan Aswaja An-Nahdliyah yang menya-takan bahwa hakikat seni itu ialah yang mengagungkan nilai kema-nusiaan. Setiap seni yang mengabaikan nilai kemanusiaan tersebut harus ditolak karena masuk kategori tidak manusiawi, bersifat hewaniah. Selanjutnya, lahirnya komunitas yang cenderung liberal melahir-kan kesenjangan dalam penyeimbangan terhadap penggunaan dalil „aqli rasio dan dalil naqli al-Qur‟an dan Hadis. Pengagungan rasio daripada al-Qur‟an dan Hadis tentu mengarah pada kelalaian diri dalam menjaga nilai tasamuh. Terlepas dari kelebihannya, kehadiran Jaringan Islam Liberal JIL tampaknya kurang begitu mencerahkan terhadap ketenangan hidup bernegara dan beragama Islam di bumi pertiwi ini. Sungguhpun demikian, JIL masih mendingan dibanding gerakan Wahabi yang berciri-ma'ruf kebaikan dan mencegah dari yang mungkar. Asalkan dengan jalan yang benar. Temukan dalam Quran In Word Ver NU Online, 27 Mei 2012. Diakses pada 4 Desember 2014. NU Online, Ahad, 27 Mei 2012. Diakses pada 4 Desember 2014. Aswaja dan NKRI Islamuna Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 kan sikap eksklusif dan hobi membenarkan diri serta mengabaikan paham keberagamaan lainnya. Dikatakan mendingan, dalam batas tertentu, ka-rena gerakan JIL lebih menitiktekankan pada pemikiran bebas tanpa terhanyut pada tindak kekerasan dengan memaksa orang lain mengikuti pemikirannya. Para aras itu, gerakan Wahabi sangat berbahaya. Hemat saya, sek-te inilah yang menjadi cikal bakal dan penyebab utama mencuatnya sikap keberagaam yang keras di dunia maupun di NKRI ini. Ia mengabaikan dan bahkan antipati terhadap paham Aswaja An-Nahdliyah. Dengan manajemen organisasi yang luar biasa, kaum Wahabi ter-sebut mampu bergerak dan melakukan infiltrasi ke dalam tubuh NKRI. Mereka nyaris selalu leluasa menyusup ke berbagai organisasi keagamaan dan kemahasiswaan di NKRI. Bahkan, dalam pemerintahan NKRI pun, mereka juga masuk tanpa ada rintangan kuat yang organisasi terbesar di Indonesia semacam NU juga me-reka susupi. Ditengarai bahwa kaum Wahabi yang berpaham garis keras telah menyusup ke dalam NU melalui masjid-masjid, majlis-majlis tak-lim, dan pondok-pondok pesantren yang menjadi basis warga hal itu, NU kini bergerak mendirikan Pimpinan Anak Ran-ting Nahdlatul Ulama PARNU yang bertugas merawat masjid, menja-dikan masjid sebagai kegiatan sentral dalam pemberdayaan warga NU. Penguatan manajemen organisasi yang baik dalam tubuh NU menjadi kunci utama sehingga NU tetap mampu membumikan nilai-nilai Aswaja An-Nahdliyah. Mengenai infiltrasi tersebut, dapat dilacak dalam KH Abdurrahman Wahid ed., Ilusi Negara Islam Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia Jakarta The Wahid Institut, 2009, 171-220. Dalam buku yang bersumber dari hasil penelitian ini diungkapkan bahwa Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, MUI, lembaga-lembaga pendidikan, serta instansi-instansi pemerintah dan swasta telah disusupi oleh paham garis keras semacam Wahabi. Kendati demikian, sudah dilakukan upaya menyikapinya secara tegas. Muhammadiyah mengeluarkan Surat Keputusan Pimpinan Pusat SKPP Muhammadiyah Nomor 149/Kep/ yang tujuannya menyelamatkan Muhammadiyah dari infiltrasi paham semacam Wahabi yang berhaluan terbalik dengan visi-misi Muhammadiyah. Demikian pula dengan NU dan seterusnya. KH Abdurrahman Wahid ed., Ilusi Negara Islam, 189. Hasil musyawarah kerja wilayah PWNU pada 31 Maret sampai 1 April lalu di pondok pesantren Assunniyah, Kencong, Jember, dan surat PWNU nomor 1623/PW/A-1/L/IV/2012. Hairul Anam Islamuna Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 Merawat NKRI melalu nilai-nilai Aswaja tidak cukup sampai di situ. Pemanfaatan media informasi penting pula diperhatikan. Dalam batas tertentu, NU telah menyadari hal itu. Selain menerbitkan media cetak seperti Ar-Risalah, Aula, dan semacamnya, NU juga memanfaatkan internet dengan menghadirkan NU Online sejak 2003 lalu. Darinya kemudian lahir slogan “Teknologi sebagai Tradisi”. Saya sangat bersyu-kur menjadi salah satu kontributor di dalamnya, sejak 2 tahun yang lalu. Semoga keutuhan NKRI tetap terawat hingga akhir masa, melalui pele-buran nilai-nilai Aswaja An-Nahdliyah ke dalam kehidupan bernegara dan beragama Islam di bumi persada ini. Penutup NKRI hadir melalui pengorbanan berdarah. Para pejuang kemer-dekaan merebutnya dari genggaman tangan para penjajah. Dan selaku bangsa Indonesia yang beragama Islam, kita wajib merawat keutuhannya di tengah tantangan kehidupan bernegara dan beragama Islam di In-donesia yang cukup berat. Setidaknya, tantangan tersebut meliputi 5 hal kemiskinan, lemah-nya penegakan hukum, karakter kekerasan beberapa Ormas Islam, kesen-jangan pemanfaatan dalil naqli dan dalil aqli, dan gerakan Wahabi. Itu semua membutuhkan semangat juang untuk selalu berupaya melakukan aktualisasi nilai-nilai Aswaja An-Nahdliyah ke dalamnya. Ini tak lain demi mengemban amanah mulia, yaitu merawat keutuhan NKRI. Untuk menyikapi ragam tantangan tersebut, umat Islam tidak bo-leh menyerah apalagi mundur. Semuanya mesti dihadapi dengan kebe-ranian yang membaja. Dan keberanian tersebut belum cukup tanpa ditopang dengan upaya penguasaan dan aktualisasi ajaran Islam yang ber-nafaskan nilai-nilai Aswaja. Aktualisasi nilai-nilai Aswaja An-Nahdliyah berupa tawassuth moderat, tawazun seimbang, i’tidal tegak lurus, keadilan, dan tasa-muh toleran mendesak dilakukan. Upaya aktualisasi tersebut tentu harus ditopang dengan spirit utama dalam dakwah Islam, yaitu menyemai perdamaian dan penegakan akhlak yang mulia. Ditambah lagi peman-faatan media massa dan teknologi informatika.*** Aswaja dan NKRI Islamuna Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 Daftar Pustaka Abdusshomad, Muhyiddin. Aqidah Ahlussunnah wal-Jamâ’ah Terjemah & Syarh Aqidah al-Awam. Surabaya Kholista, 2009. Baehaqi, Imam ed.. Kontroversi Aswaja Aula Perdebatan dan Reinterpretasi. Yogyakarta LKiS, 2000. Dahana, Radhar Panca. Menjadi Manusia Indonesia. Yogyakarta LKiS, 2001. Hazairin, Muhamad. Kompasiana. “Orang Islam Indonesia Masih Miskin”, 09 Juni 2010. Data diakses pada 4 Desember 2014. Diakses pada 27 Mei 2012. 19 Mei 2012. Diakses 4 Desember 2014. Idahram, Syaikh. Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, Yogyakarta LKiS, 2011. ______. Ulama Sejagad Menggugat Salafi Wahabi. Yogyakarta LKiS, 2011. Jurnal Tashwirul Afkar, “Manhajul Fikr NU Sebuah Pencarian yang Tak Tuntas”, Edisi No. 19 Tahun 2006. Karim, Khalil Abdul. Negara Madinah Politik Penaklukan Masyarakat Suku Arab. Yogyakarta LKiS, 2011. “Permanenkan Moratorium Remisi bagi Koruptor”, Rabu, 2 November 2011. Data ini diakses 4 Desember 2014. Machasin. Islam Dinamis, Islam Harmonis Lokalitas, Pluralisme, Terorisme. Yogyakarta LKiS, 2012. Majalah Tempo, edisi 14 Mei 2012. Mulyati, Sri. “Pertarungan Pemikiran NU dan Kelompok Islam Lain” dalam Jurnal Tashwirul Afkar, Edisi No. 21 tahun 2007. Hairul Anam Islamuna Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 Mun‟im, Abdul. Piagam Perjuangan Kebangsaan. Jakarta Setjen PBNU-NU Online, 2011. 29 Desember 2011. Diakses pada 4 Desember 2014. NU Online, 27 Mei 2012. Diakses pada 4 Desember 2014. NU Online, Ahad, 27 Mei 2012. Diakses pada 4 Desember 2014. Rakyat Online. “Angka Kemiskinan di Indonesia Masih Tinggi”, 30 Desember 2011. Diakses pada 4 Desember 2014. Riyanto, Armada. Agama anti Kekerasan; Membangun Iman yang Merangkul. Malang Dioma, 2000. Setiawan, Ebta. 2010. KBBI Offline Versi 25 April 2012. Data ini diakses pada 4 Desember 2014. Wahid, Abdurrahman. Ilusi Negara Islam Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia. Jakarta The Wahid Institut, 2009. ... Nilai-nilai karakter berbasis ideologi keagamaan yang diinternalisasikan di RA Diponegoro 7 Banjarparakan Kecamatan Rawalo yaitu tawasuth moderat, tasamuh toleransi, tawazun seimbang, i'tidal tegak lurus, amar ma'ruf nahi munkar menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran. Hal ini sesuai dengan nilai khas Aswaja yang ditanamkan oleh organisasi keagamaan Islam Nahdlatul Ulama Anam, 2014. Nilai-nilai ini dijadikan sebagai titik pengembangan kegiatan yang diselenggarakan khususnya di RA Diponegoro 7 Banjarparakan. ...Nasrul UmamAufrina Nur IslamyBariroh BarirohInternalization of ideology-based character values in PAUD institutions affiliated with Nahdlatul Ulama is the main thing as well as being the spirit of education. Administrators in charge of central education are concerned about compiling rules for establishing moral principles. However, only as a blueprint without any follow-up or assessment to gauge its effectiveness. Based on this phenomena, this study seeks to understand how RA Diponegoro 71 Banjarparakan internalizes religious ideology-based character values. This study is a case study-style qualitative investigation. Data collected through observation, interviews, and documentation procedures along with the snowball sampling approach. Source triangulation is then used to verify the accuracy of the data. Through the processes of data reduction, data display, and data verification, data were evaluated. The study's findings are as follows 1 Tawasuth moderate, tasamuh tolerance, tawazun balanced, i'tidal perpendicular, and amar ma'ruf nahi munkar calling on goodness and preventing evil are character values based on religious ideology in RA Diponegoro 7 Banjarparakan. 2 Internalization of character values is carried out through habituation and learning in class. Habituation occurs on a daily, weekly, and annual basis. As for the design, carrying out, and evaluating learning activities 3 An sufficient curriculum and supportive parents help the internalization of ideology-based character ideals. The internalization of character values must take into account the variations in student characteristics.... Dengan kosep tawassuth sebagai agen of control dalam diri sebagaimana yang di ungkapkan oleh Al-Gazali, tentu dapat merubah generasi kedepannya lebih baik dan kuat dalam spiritualitasnya dalam menghadapi era sekrang H. Anam, 2014. Dengan demikian Negara ini akan menjadi bangsa dan masyarakatnya yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. ...Zamroni ZamroniDian Arif Noor Pratama Riswadi RiswadiThis paper aims to analyze the mapping of spiritual management process in Pondok Pesantren Al-Munawwir Kolplek L Krapyak Yogyakarta. The type of research used is qualitatively descriptive with a case study approach. Data collection techniques used are interviews, observations and documentation. Spiritual management makes a bridge to the peak consciousness of human self existence in the vertical line called fitrah awareness, one consciousness that is tawhid. Management concept is understood not only to be empirical-rational by relying on the ability of the five senses and human intellectuality, but more deeply to the values of spirituality that are the main center in success with various aspects of life. The results showed that Pondok Pesantren Al Munawwir Kompleks L implemented a pesantren management system that emphasizes managerial and applies spiritual values in its management through programs realized to achieve more comprehensive and holistic goals, namely through 1 takhalli management; 2 tahalli management; 3 tajalli management.... This means that people who adhere to or follow the Sunnah of the Prophet Muhammad, and Wal Jama'ah means the majority of the people or the majority of the companions of the Prophet Muhammad. It is defined as people who follow the Sunnah of the Prophet Muhammad and the majority of friends maa 'ana alaihi wa' ashabii, both in the Shari'a Islamic law and aqeedah and tasawuf [4]. ...M. Lukman HakimMohamad Taufik HidayatMUh. SifaIndonesia is a very diverse country, starting from different religions, ethnicities, languages and customs. In the current industrial era, radicalism is growing rapidly several times to shake the integrity of the unitary state of the Republic of Indonesia, Indonesia with a majority Muslim population with the direction of ASWAJA Ahlu al-Sunnah wal-Jama'ah are people who are always guided by the Sunnah of the Prophet Muhammad. SAW Salallahu Alaihi Wassalam, the way of the companions of the Prophet in matters of religious aqidah, outward deeds, and morals of the heart. The ASWAJA group are the survivors. The term "Sunnah" in ASWAJA refers to the instructions of the Prophet Muhammad and his companions, both knowledge, aqidah, words, and practices, namely the Sunnah which is used as a guide. ASWAJA values such as “tawassuth” moderate, “tawazun” balanced, “tasamuh” tolerant, and “i'tidal” fair become very important to be applied more massively and planned in education for prepare the next generation. The method and approach used in this study is descriptive qualitative, with data obtained from literature studies, discussions, and seminars on ASWAJA values. Furthermore, the material in this article is focused on ASWAJA values that must be applied in education and how to implement ASWAJA values strategies and methods to strengthen the nation's character in realizing the Unitary State of the Republic of Indonesia NKRI.Suyadi SuyadiThe knowledge of Indonesian Islamic education is still strongly influenced by Middle Eastern Islamic education, which is currently experiencing political turmoil and bloodshed due to the transnationalism and global Salafism movement. If this condition continues, Indonesian Islamic education will suffer the same fate. In such a situation, Islamic education with progress and Islam Nusantara education must appear prominent, becoming the mainstream mainstreaming as a stronghold of the NKRI. Although some studies deliberately make the difference between them, they have the potential for conflict, but the principle of caring for diversity must be put forward. Library research with this qualitative approach formulates the scientific mainstreaming of Islamic education with progress and Islam Nusantara education amidst the flow of transnational Islamic education. The findings of this study indicate that the scientific advancement of Islamic education with progress is Al-Islam and Kemuhammadiyahan AIK while that of Islam Nusantara education is Aswaja. AIK develops knowledge that supports the local wisdom and diversity, while Aswaja maintains local wisdom and national character through science. Both represent the science of moderate Islamic education that is more enlightening than Middle Eastern Islam; thereby, it has the potential to promote Indonesia as a barometer of Islamic world education. Keywords Islamic education, Kemuhamamdiyahan, and Aswaja Mu'Adil FaizinDiscussions about the government in Islam, and the relationship between the state and the religion has always not ended. Bringing up the wealth of Muslim's ijtihad in examining the intellectual basis of the role of the state and the government in an Islamic way. Peolemics are finally more visible as a matter of ijtihadiyah. Often, the question arises about the content of Islamic philosophical values in the formation of NKRI. Therefore, this article is researching the construction of NKRI in the view of Maqasid Syariah. This study uses the theory of Maqasid Syariah is examining the deepest intention of the establishment of the Unitary Republic of Indonesia NKRI and its components in it, about Pancasila, Pancasila Democracy, Constitution UUD 1945 and The Presidential Governance System. This study proposes that Pancasila contained a solemnity that prioritized religious maintenance, further integrating it to other al-kulliyat al-khamsah. Furthermore, Pancasila Democracy is present as the uniform of the political street of democracy. The Constitution UUD 1945 is a constitution that oriented to Maqasid Shariah in the form of Human Rights to address the pluralism of the ummah. Associated with the Presidential Government System is a mutaghayirat ijtihad. Finnaly, the Unitary State of the Republic of Indonesia NKRI was formed on the basis of ijtihadiyah which is considered to be beneficial and refuse mudharat for Indonesia Abstrak Perbincangan tentang pemerintahan dalam Islam, serta hubungan antara negara dengan agama sejak dulu memang tidak kunjung usai. Memunculkan kekayaan ijtihad umat Islam dalam menelisik landasan intelektual peran negara dan pemerintahan secara Islami. Peolemik yang akhirnya lebih nampak sebagai persoalan ijtihadiyah. Seringkali, timbul pertanyaan tentang kandungan nilai filosofis Islam dalam terbentuknya NKRI. Karenanya artikel ini meneliti konstruksi NKRI dalam pandangan Maqasid Syariah. Kajian ini menggunakan teori Maqasid Syariah yaitu menelisik maksud terdalam dari terbentuknya NKRI beserta komponen yang ada di dalamnya, perihal Pancasila, Demokrasi Pancasila, UUD 1945 dan Sistem Pemerintahan Presidensial. Kajian ini mengajukan temuan bahwa Pancasila mengandung kebermaksudan yang mengutamakan pemeliharaan agama, selanjutnya mengintegral kepada al-kulliyat al-khamsah yang lain. Selanjutnya, Demokrasi Pancasila hadir sebagai pengagamisan jalan politik Hasana research is motivated by the difference of market hygiene condition, where the market hygiene level is influenced by the environment around the market. In general, markets located near densely populated housing tend to be overlooked, while markets near elite housing tend to be clean. This condition is also influenced by marketers' awareness of market hygiene. If the market is near the elite neighbourhood, the level of awareness of sellers on cleanliness will be high. If the market is located in a densely populated area, sellers generally do not pay attention to cleanliness. The purpose of this research is to know the sellers's awareness of environmental cleanliness of Market Bulak, Klender Market and Rawamangun Market. Respondents in this study are sellers and buyers who make transactions in these 3 markets. This type of research is descriptive analysis with the method of observation and interview to 10 sellers in each market. Seller hygiene awareness are semacam NU juga mereka susupi. Ditengarai bahwa kaum Wahabi yang berpaham garis keras telah menyusup ke dalam NU melalui masjid-masjid, majlis-majlis taklim, dan pondok-pondok pesantren yang menjadi basis warga NUParahnyaDiParahnya, organisasi terbesar di Indonesia semacam NU juga mereka susupi. Ditengarai bahwa kaum Wahabi yang berpaham garis keras telah menyusup ke dalam NU melalui masjid-masjid, majlis-majlis taklim, dan pondok-pondok pesantren yang menjadi basis warga NU. 29Anak Ranting Nahdlatul Ulama PARNU 30 yang bertugas merawat masjid, menjadikan masjid sebagai kegiatan sentral dalam pemberdayaan warga NU. Penguatan manajemen organisasi yang baik dalam tubuh NU menjadi kunci utama sehingga NU tetap mampu membumikan nilai-nilai Aswaja An-NahdliyahN U Untuk Hal ItuKini Bergerak Mendirikan PimpinanUntuk hal itu, NU kini bergerak mendirikan Pimpinan Anak Ranting Nahdlatul Ulama PARNU 30 yang bertugas merawat masjid, menjadikan masjid sebagai kegiatan sentral dalam pemberdayaan warga NU. Penguatan manajemen organisasi yang baik dalam tubuh NU menjadi kunci utama sehingga NU tetap mampu membumikan nilai-nilai Aswaja Ahlussunnah wal-Jamâ'ah Terjemah & Syarh 'Aqidah al-'AwamMuhyiddin AbdusshomadAbdusshomad, Muhyiddin. Aqidah Ahlussunnah wal-Jamâ'ah Terjemah & Syarh 'Aqidah al-'Awam. Surabaya Kholista, Islam Indonesia Masih MiskinMuhamad HazairinKompasianaHazairin, Muhamad. Kompasiana. "Orang Islam Indonesia Masih Miskin", 09 Juni 2010. Data diakses pada 4 Desember Moratorium Remisi bagi "Permanenkan Moratorium Remisi bagi Koruptor", Rabu, 2 November 2011. Data ini diakses 4 Desember Pemikiran NU dan Kelompok Islam Lain" dalam Jurnal Tashwirul AfkarSri MulyatiMulyati, Sri. "Pertarungan Pemikiran NU dan Kelompok Islam Lain" dalam Jurnal Tashwirul Afkar, Edisi No. 21 tahun RiyantoRiyanto, Armada. Agama anti Kekerasan;Ebta SetiawanSetiawan, Ebta. 2010. KBBI Offline Versi Manusia Indonesia. Yogyakarta LKiSRadhar DahanaPancaDahana, Radhar Panca. Menjadi Manusia Indonesia. Yogyakarta LKiS, Kemiskinan di Indonesia Masih TinggiRakyat OnlineRakyat Online. "Angka Kemiskinan di Indonesia Masih Tinggi", 30 Desember 2011. Diakses pada 4 Desember 2014.
Danlarangan tidak bolehnya nama tersebut dipakai karena bertentangan dengan metodologi ulama Salaf dalam menetapkan masalah-masalah ‘aqidah. 2. Filsafat Jika apa yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuatan Allah, dan kemudian dimasukkan ke dalam rahim Tauhid Rububiyah. Hal berhubungan Aqidah.
– Jika kita mendengar kata Salafi, pikiran kita sangat mungkin akan tertuju pada sekelompok umat Islam yang berjenggot tebal-panjang dan bercelana cingkrang. Ustadz-ustadz mereka sering kita jumpai di medsos. Tentu, di antara ciri khas yang melekat pada mereka adalah menyesatkan, membidahkan, bahkan mengkafirkan amaliah Aswaja, khususnya NU. Secara umum, mereka lebih senang dipanggil Salafi dari pada Wahabi. Mereka mengklaim sebagai pengikut ulama salaf yang kemudian lebih pantas dipanggi Salafi. Padahal mereka ini adalah Wahabi karena mengikuti Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. Sedangkan Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab w 1792 bukan ulama ulama-ulama Salafi Wahabi di masa lalu bangga dengan nama Wahabi. Kebanggaan ini terbukti dengan kita yang mereka tulis al-Hadiyah al-Sunniyah wa at-Tuhfah al-Wahhabiyah an-Najdiyah. Syekh Bin Baz juga menegaskan bahwa Wahabi adalah pengikut Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab. Mereka menyebut dirinya dengan “Salafi” itu karena ada niat sisi lain, kata “Salaf” juga sangat akrab di kalangan Ahlussunnah wa al-Jamaah, termasuk NU. Kata “Salaf” tersebar dalam kitab ulama-ulama yang dipelajari oleh Aswaja NU. Kata salaf juga sering kita dengar dari kiai NU. Bahkan, pondok pesantren Aswaja NU, ada yang dikenal dengan pesantren apa perbedaan antara Salaf versi Wahabi dan Salaf versi Aswaja NU? Hal ini perlu diterangkan agar orang awam tidak bingung. Bahkan, orang-orang Wahabi tidak hanya mengaku pengikut salaf, tapi juga mengaku sebagai Ahlussunnah Wal Jamaah. Dalam waktu yang sama menuduh Aswaja yang asli sebagai ahli bidah, sebagaimana yang sering mereka tuduhkan kepada amaliyah aswaja NU. Siapakah Ulama Salaf?Ulama salaf adalah ulama-ulama yang hidup di tiga abad pertama Hijriyah, yaitu ulama-ulama yang hidup di masa Nabi Muhammad SAW sampai 300 tahun setelah itu. Hal ini berlandaskan kepada hadis Rasulullah SAW,خَيْرُكُمْ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ“Sebaik-baik kalian adalah masaku. Kemudian disusul oleh generasi berikutnya. Kemudian disusul oleh generasi selanjutnya..” HR. Al-Bukhari Namun yang perlu digarisbawahi, pemahaman ulama-ulama salaf itu mesti sesuai dengan al-Quran dan Hadis sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Orang-orang yang hidup di tiga abad pertama, tapi melenceng dari ajaran Rasulullah SAW tidak bisa disebut ulama salaf. Misal, sekte Musyabbihah sekelompok orang yang menyamakan Allah swt dengan makhluk.Salaf Ahlussunnah Wal Jamaah NUPengikut ulama salaf ini juga disebut dengan istilah Ahlussunnah wa al-Jamaah. Lalu siapakah Salaf Ahlussunnah wa al-Jamaah ini? KH Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama menulis dalam kitabnya, Risalah Ahlussunnah Wal Jamaah,فمنهم سلفيون قائمون على ما عليه أسلافهم من التمذهب بالمذهب المعين والتمسك بالكتب المعتبرة المتداولة، ومحبة أهل البيت والأولياء والصالحين، والتبرك بهم أحياء وأمواتا، وزيارة القبور وتلقين الميت والصدقة عنه واعتقاد الشفاعة ونفع الدعاء والتوسل وغير ذلك “Di antara mereka adalah Salafiyun orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada ulama salaf yang berpegang teguh pada ajaran ulama-ulama salaf. Mereka bermazhab kepada satu mazhab tertentu dan berpegang teguh pada kitab-kitab muktabar, kecintaan terhadap Ahlul Bait Nabi Muhammad para habib, para wali dan orang-orang salih. Selain itu, juga bertabarruk dengan mereka, baik ketika masih hidup atau setelah wafat, berziarah kubur, melakukan talqin pada mayit, bersedekah untuk mayit, meyakini syafaat, manfaat doa dan tawassul serta lain sebagainya.”KH. Hasyim Asy’ari juga menjelaskan konsep Aswaja dalam Qanun Asasi. Menurut beliau, arti Aswaja mencakup tiga aspek akidah, fikih dan akhlak. Dalam akidah, Aswaja mengikuti mazhab Asy’ariyah dan Maturidiyah. Dalam fikih mengikuti mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Dalam akhlak tasawuf mengikuti al-Imam al-Ghazali dan Imam Junaid al-Baghdadi. Oleh karenanya, jika ada paham yang keluar dari pemahaman ulama-ulama di atas, maka ia bukan Ahlussunnah wa yang diungkapkan oleh KH. Hasyim Asy’ari ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh ulama-ulama terdahulu. Misalnya al-Imam az-Zabidi, beliau menjelaskan bahwa jika kata Ahlussunnah wa al-Jamaah diucapkan, maka yang dimaksud adalah pengikut Asy’ariyah dan dipahami dari premis-premis di atas bahwa sejak dulu, yang dimaksud Ahlussunnah wa al-Jamaah itu adalah pengikut Asya’ri dan Maturidi, bukan pengikut Ibnu Taimiyah dan Syekh Abdul Wahhab, alias wahabi. Salafi WahabiLalu siapakah Salafi wahabi? Di dunia Islam, juga di Indonesia, banyak sekelompok orang yang mengaku Salafi, pengikut ulama salaf, padahal sebenarnya pengikut Syekh Ibnu Taimiyah dan Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab. Oleh karenanya, sangat tidak cocok ketika mereka menamakan dirinya sebagai salafi. Sebab, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab hidup sekitar abad ke-18 dan Syekh Ibnu Taimiyah hidup di sekitar abad ke-8. Keduanya jelas bukan ulama akidah, Salafi Wahabi mengikuti pendapat Ibnu Taimiyah yang membagi tauhid menjadi tiga tauhid rububiyah, uluhiyah, dan asma wa sifat. Pembagian tauhid ini tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, sahabat, dan ulama salaf. Anehnya, mereka tidak menuduhnya fikih, mereka mengaku ikut mazhab Hanbali, padahal hanya sebagian saja. Sebaliknya, dalam banyak ceramah, sebagian ulama mereka mengaku tidak bermazhab dan langsung kembali pada al-Quran dan Hadis. Yazid Jawwas bahkan mengatakan, “Beragama itu dengan dalil. Bukan dengan mengikuti imam-imam.” Perkataan ini banyak ditemukan di sosial media. Sebenarnya, ajakan untuk kembali kepada al-Quran dan Hadis ini propaganda mereka agar umat pindah mazhab. Yaitu, dari mazhab ulama salaf Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali ke mazhab Salafi Wahabi yang tidak Salafi Wahabi sama sekali tidak mau pada pendapat ulama salaf seperti Imam al-Syafi’i? Faktanya, sebagaian Salafi Wahabi mau mengutip pendapat ulama-ulama salaf, tapi yang sesuai dengan pendapat Salafi Wahabi ini tidak segan mengubah kitab-kitab ulama agar sesuai dengan mazhab mereka. Kadang, mereka juga membuat kebohongan pada ulama salaf. Misal, mereka mengatakan bahwa Imam al-Syafii berpendapat Allah SWT di atas Arsy. Hal ini terkait al-Quran Surat Thaha ayat 5,الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى“Yaitu Tuhan Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas Arsy.” QS. Thaha 5Klaim bahwa Imam al-Syafi’i berpendapat seperti di atas adalah kebohongan yang nyata, karena menurut riwayat yang sahih yang banyak ditemukan di kitab-kitab, Imam Syafi’i memilih konsep tafwidh terhadap ayat mutasyabihat seperti di atas, yaitu diam, pasrah dan menyerahkan arti istiwa’ bersemayam kepada Allah SWT.
Aswajamemandang prinsip dasarnya adalah bahwa yang wajib adalah yg diperintah, yang tidak boleh adalah yang dilarang, bila tidak dilarang ataupun diperintah (termasuk yang tidak dilakukan rasul tanpa adanya dalil larangan) maka hukum prinsip dasarnya adalah boleh ijtihad.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Ditinjau dari arti Ahl yang berarti keluarga - keluarga pengikut dan penduduk, sedangkan as - sunnah bermakna jalan, cara atau perilaku nabi dan al jamaah berarti mengumpulkan sesuatu atau bisa diartikan sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan. Sedangkan pengertian aswaja dapat disimpulkan bahwa semua orang yang berjalan dan selalu menetapkan ajaran Rasulullah SAW. Dan para sahabat sebagai pijakan hukum baik dalam aqidah, Syariah dan tasawuf. Adapun pengertian aswaja secara terminology dapat didefinisikan bahwa aswaja adalah orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandasan atas dasar - dasar juga Pengertian dan Nilai-Nilai Aswaja Menurut pandangan pribadi saya aswaja adalah suatu paham yang berlandaskan sunnah - sunnah rasulullah SAW. Yang diterapkan atau diikuti oleh ppara pengikutnya. Suatu paham aswaja banyak diikuti oleh beberapa golongan islam yang ada diindonesia, mereka percaya bahwa adanya suatu paham aswaja. Adapun contoh dari golongan - golongan pengikut aswaja yaitu, NU nahdlatul ulama, Muhammadiyah, dan masih banyak yang lain. Dalam berorganisasi PMII, aswaja merupakan bagian integral dari sistem keorganisasian tersebut. Bagi PMII, aswaja juga menjadi ruang untuk menunjukan bahwa islam adalah agama yang sempurna bagi setiap tempat dan juga 100 Hujjah Aswaja Menjadi Rujukan Warga Nahdlatul UlamaBetapa sangat pentingnya paham aswaja bagi kehidupan. Dengan menjadikan aswaja sebagai suatu paham yang tertanam di hati akan menjadikan kita menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya. Adapun cara agar kita selalu dalam jalannya aswaja yaitu, tawasuth yang dapat diartikan sebuah sikap moderat yang tidak cenderung ke kanan maupun ke kiri, contohnya kita dihadapkan suatu masalah, kita menyikapinya dengan cara berikhtiar dan mencari solusi yang terbaik agar tidak terjadi kekeliruan kedepannya. Baca juga Jelang Usia Seabad, NU Kokoh Kawal Aswaja Nusantara Yang kedua yaitu tawazun, dapat diartikan dengan sikap berimbang atau harmonis dalam mengintegrasikan dalil - dalil, dengan begitu perlu adanya pertimbangan - pertimbangan untuk mencetuskan sebuah kebujakan. Yang ketiga adalah taadul, dapat diartikan dengan sikap adil dan netral dalam melihat konteks permasalahan. Yang terakhir adalah tasamuh, dapat diartikan dengan sikap toleransi yang berguna untuk menciptakan keharmonisan kehidupan bermasyarakat. Dengan cara- cara diatas kita dapat menjaga dan berpegang teguh pada aswaja. Marilah kita berpegang teguh pada aswaja agar kehidupan berbangsa menjadi lebih baik. Lihat Pendidikan Selengkapnya
Segalapuji bagi Allah, sebagai sebuah ungkapan rasa syukur atas segala anugerah _Nya. Rahmat ta’zhiim dan salam mudah-mudahan terlimpah curahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam dan seluruh keluarga beliau. Apa yang akan hadir dalam kitab ini, saya tuturkan beberapa hal antara lain: Hadits-Hadits tentang orang-orang
Perdebatan antara kelompok Salafi dan Ahlussunnah wal Jama’ah Aswaja di antaranya berkisar pada persoalan bid’ah hasanah. Masing-masing menyuguhkan dalil dari Al-Qur’an dan hadits, bahkan kelompok Salafi tak jarang menjadikan pendapat imam mazhab sebagai bahan “memukul”. Berikut ini adalah percakapan imajiner yang sejatinya berangkat dari kasus-kasus yang umum kita jumpai. Meski imajiner, narasi dalam dialog ini memiliki valditas ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Redaksi Salafi Orang yang mengaku bermazhab Syafi’i itu hanya mempelajari fiqih Syafi’i saja, tapi tidak mau mempelajari aqidahnya. Aqidah pengikut mazhab Syafi’i itu sudah menyimpang dari aqidah Imam Syafi’i. Aswaja Lowh… Salafi Dan lagi, selama ini pengikut Syafi’i itu ternyata telah menyimpang dari penjelasan Imam Syafi’i sendiri. Aswaja Owh… Contohnya? Salafi Misalnya tentang bid’ah hasanah. Imam Syafi’i itu tak mengakui bid’ah hasanah! Sementara yang mengaku sebagai pengikutnya justru mengakui dan membela mati-matian bid’ah hasanah. Aswaja Wah, ajib nih. Gimana penjelasannya? Salafi Coba dengarkan ini. Ulama kami, namanya Syekh Muhammad Alu al-Syaikh mengutip pendapat dari dua kitab ulama pengikut mazhab Syafi’i, yaitu Imam al-Ghazali dan Syekh al-Mahalli. Dengarkan ya. ولهذا قال الإمام الشافعي رحمه الله في كلمته المشهورة التي نقلها عنه أئمة مذهبه وعلماؤه كالغزالي في "المنخول" ص374، والمحلي في "جمع الجوامع-2/395 بحاشيته" "من استحسن فقد شرع" Perlu diterjemahkan nggak? Aswaja Terjemahkan saja. Jangan-jangan terjemahannya saja yang salah. Salafi Ah, ya tidak. Ini terjemahannya “Oleh karena itu, Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan dalam kalimat beliau yang populer, yang dinukil oleh imam-imam dan ulama-ulama mazhabnya, seperti al-Ghazali dalam al-Mankhul hal. 374 dan al-Mahalli dalam Jam’u al-Jawami’ 2/395 dan Hasyiyahnya Man istahsana faqad syarra’a barangsiapa melakukan istihsan/menilai baik sesuatu’ maka dia telah membuat-buat syariat.” Aswaja Oh, masalah istihsan. Terus? Salafi Nah, ini lebih tegas nih di kitab induk Imam Syafi’i, yaitu al-Risalah dan al-Umm. Imam Syafi’i ternyata memang mengatakan barangsiapa melakukan istihsan/menilai baik sesuatu’ maka dia telah membuat-buat syariat. Jadi tidak mungkin Imam Syafi’i menyatakan adanya bid’ah hasanah, karena beliau menolak istihsan. Makanya di sini Syekh Muhammad Alu al-Syaikh dalam kitab yang sama, jilid 8, halaman 45 menjelaskan كيف يقول الشافعي رحمه الله بالبدعة الحسنة وهو القائل "من استحسن فقد شرع".والقائل في "الرسالة" ص507"إنما الاستحسان تلذذ".وعقد فصلاً في كتابه "الأم" 7/293- 304 بعنوان"إبطال الاستحسان" “Bagaimana Syafi’i rahimahullah mengakui keberadaan bid’ah hasanah, sedang beliau mengatakan, Barangsiapa melakukan istihsan maka dia telah membuat-buat syariat.’ Beliau juga mengatakan dalam al-Risalah hal 507, Istihsan adalah perbuatan untuk mencari kesenanangan diri.’ Imam Syafi’i juga membuat bab tersendiri dalam al-Umm 7/293-304 dengan judul Pembatalan Istihsan’.” Jadi intinya, kalian yang mengaku sebagai penganut mazhab Syafi’i, pahamilah kalam Imam Syafi’i dengan kaidah dan ushul ajaran mazhab Syafi’i. Jelas-jelas beliau tidak mengakui istihsan. Aswaja Jadi karena Imam Syafi’i menolak istihsan, lalu kalian simpulkan beliau menolak bid’ah hasanah? Salafi Ya, coba ini keterangan berikutnya الفصل الخامس القيام عند ذكر ولادته - صلى الله عليه وسلم - وزعمهم أنه يخروج إلى الدنياأثناء قراءة قصص المولد حثت القصص التي تقرأ بمناسبة الاحتفال بالمولد على القيام عند ذكر ولادة النبي - صلى الله عليه وسلم -وخروجه إلى الدنيا ومما جاء فيها من ذلك ما يليقال البرزنجي في "مولده" ص77 قد استحسن القيام عند ذكر مولده الشريف أئمة ذوو رِواية و روية فطوبى لمن كان تعظيمه - صلى الله عليه وسلم - غاية مرامه ومرماه. حكم الاحتفال بالمولد النبوي والرد على من أجازه" للشيخ محمد بن إبراهيم آل الشيخ رحمه الله ص29-30 ـ “Pasal kelima tentang berdiri saat momen penyebutan kelahiran Nabi ﷺ dan klaim mereka bahwa Nabi keluar ke dunia saat pembacaan kisah-kisah maulid. Kisah-kisah yang dibaca dalam acara peringatan maulid ini meniscayakan agar orang yang membacanya berdiri ketika penyebutan kisah kelahiran Nabi ﷺ dan bahwa beliau keluar ke dunia. Di antara penjelasan mereka adalah sebagai berikut. Al-Barzanji mengatakan dalam kitab Maulid hal 77, Para ulama yang menguasai riwayat dan maknanya menganggap baik istahsana, dari kata istihsan, penj berdiri saat penyebutan kelahiran beliau yang mulia. Maka sungguh beruntung orang yang menjadikan pengangungan terhadap Nabi Muhammad ﷺ sebagai tujuan dan kecintaannya.” Muhammad Alu al-Syaikh, Hukm al-Ihtifal bi al-Maulid al-Nabawi, hal 29-30. Aswaja Owh, paham, paham. Jadi ketika Imam al-Barzanji menganggap baik atau istahsana, dari kata istihsan amaliah berdiri saat penyebutan kelahiran Nabi Muhammad, lalu kalian benturkan dengan penolakan Imam Syafi’i terhadap istihsan itu? Salafi Iya. Aswaja Saya simpulkan ya. Menurut keterangan Syekh Muhammad Alu al-Syaikh tadi Pertama, Imam Syafi’i tidak mengakui bid’ah hasanah. Kedua, ketidaksetujuan Imam Syafi’i terhadap bid’ah hasanah itu dengan dasar karena beliau menolak istihsan. Ketiga, Alu al-Syaikh telah mengartikan istihsan yang ditolak oleh Imam Syafi’i dengan makna yang bersifat harfiah-menyeluruh atau generalisasi, yaitu “menganggap baik sesuatu”, termasuk dalam hal ini sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ. Salafi Betul. Kan memang seperti itu. Aswaja Sepertinya ada kesalahan ilmiah yang fatal di sini. Antum salah pikir. Salafi Lowh, kenapa? Antum harus menerima ini sebagai kebenaran, ya akhi. Memang umat Islam di Indonesia yang mengaku bermazhab Syafi’i sudah jauh dari tuntunan Imam Syaf’i. Ini fakta. Sudah, akui saja. Aswaja Ya akhi. Apa hubungan antara istihsan dengan bid’ah hasanah? Tidak ada hubungannya kecuali bila hanya secara paksa dihubung-hubungkan saja. Penulis kitab yang antum baca itu mengajak orang lain untuk memahami kaidah dan prinsip Imam Syafi’i untuk menafsirkan kalam Imam Syafi’i. Namun justru dia membuat pemaknaan sendiri tentang istihsan yang ditolak oleh Imam Syafi’i. Salafi Kan jelas Imam Syafi’i menolak sikap menganggap baik sesuatu atau istihsan itu. Jadi beliau menolak bid’ah hasanah kan? Aswaja Wah, kok pemahamannya begitu. Betulkah Imam Syafi’i menolak bid’ah hasanah melalui konsep istihsan? Apa betul kita sebagai penganut mazhab Syafi’i yang menganggap baik maulid, berdiri dalam pembacaan shalawat, dan sebagainya telah bertentangan dengan pendapat Imam Syafi’i? Dengarkan akhi ya. Pertama, menurut Imam Syafi’i, istihsan yang tidak boleh itu adalah bila bertentangan dengan dalil Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam kitab ar-Risalah dijelaskan وهذا يبين أن حراما على أحد أن يقول بالاستحسان إذا خالف الاستحسان الخبر والخبر من الكتاب والسنة “Hal ini menjelaskan bahwa haram bagi seseorang berpendapat dengan istihsan jika istihsan tersebut bertentangan dengan khabar. Sementara khabar itu dari Al-Qur’an dan as-Sunnah.” al-Syafi’i, ar-Risalah, 503 Kedua, istihsan yang dimaksud oleh Imam Syafi’i adalah istihsan sebagai lawan qiyas. Dalam ar-Risalah, hal 504 dijelaskan لِهَذَا تَدُلُّ على إبَاحَةِ الْقِيَاسِ وَحَظْرِ أَنْ يُعْمَلَ بِخِلَافِهِ من الِاسْتِحْسَانِ. “Dengan ini menjadi dalil tentang kebolehan qiyas dan larangan untuk mengamalkan sebaliknya yaitu istihsan.” Salafi Istihsan itu kan artinya menolak menganggap baik sesuatu. Sudah, jangan sulit-sulit mengartikan ucapan Imam Syafi’i itu. Beliau menolak bid’ah hasanah atas nama istihsan. Aswaja Itulah hobi kalian. Sukanya mengartikan sesuatu dengan harfiah, tapi tak mau meneliti lebih mendalam. Antum harus tahu, baik ar-Risalah maupun al-Umm, itu adalah kitab ushul fiqh. Apa istihsan yang dimaksud dalam ushul fiqih itu? Para pakar ushul fiqih memiliki beberapa pengertian tentang istihsan ini. Syekh Muhammad al-Amin al-Syinqithi dalam Mudzakkirah Ushul Fiqh ala Raudhatun Nazhir misalnya merilis beberapa definisi tersebut. Terdapat ulama ushul yang memberikan pengertian istihsan dengan “Sesuatu yang dianggap baik oleh seorang mujtahid dengan akalnya ma yastahsinuhul mujtahidu bi aqlih.” Apakah yang dianggap baik tersebut? Ternyata objeknya adalah dalil. Oleh karena itu, terdapat ulama ushul yang memberikan pengertian istihsan dengan “Suatu dalil yang terbesit di benak mujtahid tanpa mampu untuk dia ungkapkan dalilun yanqadihu fi nafsil mujtahidi la yaqdiru alat ta’biiri anhu.” Antum bisa baca di kitab beliau, Mudzakkirah Ushul Fiqh ala Raudhatun Nazhir, halaman 259. Nah, berdasarkan pengertian istihsan tersebut dapat disimpulkan bahwa objek istihsan itu adalah dalil. Maksudnya, suatu pikiran dalam benak mujtahid untuk memilih suatu dalil dan meninggalkan yang lain, namun ia tak dapat mengungkapkan mengapa ia memilih dalil tersebut dan meninggalkan yang lain. Hal inilah yang ditolak oleh Imam Syafi’i, bukan istihsan yang antum artikan “menganggap baik sesuatu” secara umum, atau “menilai sesuatu sebagai bid’ah hasanah”. Salafi Tapi al-Barzanji secara jelas tadi mengatakan bahwa berdiri saat pembacaan maulid itu di-istihsan-kan oleh para penghobi Maulid. Bagaimana nih? Ana ulang lagi ya قد استحسن القيام عند ذكر مولده الشريف أئمة ذوو رِواية و روية Aswaja Ya akhi, ulama Ahlussunnah wal Jama’ah ketika menganggap baik sesuatu memang memakai kata yang dimaksud adalah istihsan dari segi bahasa, bukan dalam bidang Ushul Fiqh. Antum harus lanjutkan kalam al-Barzanji itu. Jangan dipotong-potong. Lanjutan kalam beliau tentang istihsan saat qiyam dalam pembacaan Maulid, sebagaimana dikutip Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki dalam kitab al-Bayan wa al-Ta’rif fi Dzikra al-Mawlid al-Nabawi, hal 29-30 begini ونعني بالاستحسان بالشيئ هنا كونه جائزا من حيث ذاته وأصله ومحمودا ومطلوبا من حيث بواعثه وعواقبه, لا بالمعنى المصطلح عليه في أصول الفقه. “Yang kami maksud dengan istihsan atau menganggap baik sesuatu di sini adalah sesuatu yang dari asalnya suatu perbuatan itu boleh serta dari sisi tujuan dan dampaknya memang baik dan diharapkan. Bukan istihsan yang diistilahkan dalam ilmu ushul fiqh.” Fahimtum? Jadi berdiri adalah sesuatu yang boleh. Bila tujuan dan dampaknya baik – sebagaimana dalam mahallul qiyam – maka itu baik. Itulah yang disebut istihsan di sini, bukan istihsan dalam ushul fiqh yang memang ditolak oleh Imam Syafi’i. Salafi Jadi, salah ya bahwa Imam Syafi’i menolak bid’ah hasanah dengan dalih beliau menolak istihsan. Aswaja Ya iyalah. Makanya antum dan jamaah antum selama ini hanya digiring saja untuk memahami sesuatu hanya sesuai yang dimaui Syekh-Syekh antum itu. Teliti lagi ya akhi. Jangan manggut-manggut saja. Apalagi ini jelas makar terhadap pernyataan Imam Syafi’i. Ini namanya kedustaan atas nama beliau. Belum lagi, al-Hafizh al-Baihaqi dalam Manaqib al-Imam al-Syafi’i menyitir pendapat sang imam bahwa bid’ah itu ada dua, yaitu sesat dan tidak sesat. اَلْمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ مَا أُحْدِثَ مما يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أثرا أوإِجْمَاعًا فَهذه بِدْعَةُ الضَّلالِ وَمَا أُحْدِثَ من الْخَيْرِ لاَ يُخَالِفُ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَهذه مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ. الحافظ البيهقي، مناقب الإمام الشافعي، ١/٤٦٩ ـ “Sesuatu yang baru muhdats itu ada dua, sesuatu yang baru dikerjakan yang bertentangan dengan Al-Qur’an, Sunnah, atsar, atau ijma’, maka ini adalah bid’ah yang sesat. Sementara sesuatu baru yang baik yang tidak bertentangan dengan sedikitpun dari hal itu maka ini adalah bid’ah yang tidak jelek.” Syekh Ibnu Taimiyah dalam al-’Aql wa al-Naql mengomentari, periwayatan al-Baihaqi ini sanadnya shahih. Beliau menjelaskan قَالَ عَنْهُ ابْنُ تَيْمِيَّةَ فِي العَقْلِ وَالنَّقْلِ 1/ 248 رَوَاهُ البَيْهَقِي بِإِسْنَادِهِ الصَّحِيْحِ فِي المدْخَلِ “Ibnu Taimiyah menjelaskan dalam al-Aql wa al-Naql, 1/248, periwayatan ini tentang Imam Syafi’i membagi bid’ah menjadi dua diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang sahih dalam al-Madkhal.” Salafi Baik, baik. Saya simpulkan ya. Dengan membagi bid’ah menjadi dua, sesat dan tidak sesat, itu artinya justru Imam Syafi’i sendiri mengakui keberadaan bid’ah hasanah. Sama seperti pemahaman jumhur atau mayoritas ulama setelah beliau. Maka klaim bahwa Imam Syafi’i menolak bid’ah hasanah – apalagi dengan dalih beliau menolak istihsan – adalah sebuah kegagalan pemahaman dari kami. Aswaja Nah, ahsantum, ya akhi. Barakallah fiikum. Ustadz Faris Khoirul Anam, Lc., Wakil Direktur Aswaja NU Center PWNU Jatim
Marikita bedakan dulu platform yang jelas antara NU dan Muhammadiyah (Kita sebut saja dengan sebutan Islam Toleran ) dengan HTI (Ikhwanul Muslimin) , Wahabi dan Salafi (Kita sebut saja dengan sebutan Islam.Intoleran). Apa Platform Islam Toleran ? NU dan Muhammadiyah walaupun banyak perbedaan dalam pandangan dan Tata cara syariat tapi
Ahlussunnah wal Jamaah aswaja adalah paham yang diikuti oleh mayoritas umat Islam dengan berpedoman pada rumusan akidah Imam Abul Hasan Al-Asyari w. 324 H, dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi w. 333 H. Syekh As-Safarayni Al-Hanbaly dalam Al-Lawami’ menambahkan Al-Atsariyah sebagai bagian dari keluarga besar Ahlussunnah wal Jamaah, yaitu para pengikut Imam Ahmad bin Hanbal. Kaum Salafi Wahabi, yang adalah para pengikut manhaj Syekh Abdul Wahhab mendaku sebagai bagian dari Al-Atsariyah ini. Pengakuan inilah yang dikritik oleh penulis buku dengan tebal 410 halaman ini. Buku yang ditulis kiai muda yang dikenal ahli debat, ahli fiqih dalam forum bahtsul masail, serta pemerhati kajian ulumul hadits ini menjelaskan kepada kita posisi akidah Ahlussunnah wal Jama'ah yang sesungguhnya. Dengan demikian dalam buku ini dikemukakan pandangan banyak ulama dalam mazhab Hanbali, bahkan termasuk Imam Ahmad bin Hanbal yang justru menegasikan klaim kaum Salafi wahabi tersebut. Buku ini oleh penulisnya disebut sebagai buah karya yang paling menguras pikiran, setelah hampir membenarkan akidah Salafi akibat membaca salah satu kitab kritikan ulama mereka terhadap akidah Asy'ariyah. Buku ini menjawab kritikan ulama salafi tersebut dengan argumentasi yang meyakinkan. Topik pembahasan dalam buku ini dibagi menjadi tiga. Pertama, tentang hujjah-hujjah tafwidh dan ta'wil sifat khabariyah dan jawaban atas akidah itsbat makna zhahir 'ala Salafi yang menjadi sumber keyakinan Allah serupa dengan makhluk. Kedua, tentang jawaban dan penjelasan ayat dan hadits Nabi yang seakan-akan Allah memiliki arah di atas sebagaimana keyakinan Salafi. Ketiga, tentang masalah-masalah akidah yang diperdebatkan seperti hukum mengatakan Allah berada di atas, mengapa sifat wajib Allah dirumuskan 20 saja, polemik sifat kalam Allah, polemik hadits ahad dalam akidah, kritik terhadap tauhid tiga, polemik ilmu kalam, betulkah ulama Ahlussunnah bertobat dari ilmu kalam, penjelasan tiga fase Imam Abul Hasan Al-Asy'ari, fiqih As-Syafi'i tetapi akidah As-Asy'ari, metode pendalilan madzhab Asy'ariyah, Allah wujud tanpa tempat dan arah, dan lain-lain. Dalam buku ini, pembaca benar-benar akan diajak menjelajah pembahasan akidah sifat Allah secara luas dengan rujukan-rujukan ilmiah yang lengkap. Sekali lagi, buku ini kembali membuktikan bahwa akidah Asy'ariyah dan Maturidiyah, akidah mayoritas ulama Islam, benar-benar sejalan dengan akidah Ahlussunah wal Jama'ah dari kalangan salaf dan akidah Salafi yang mengklaim diri sebagai pengikut salaf justru menyelisihinya. Membuka tema akidah salaf, penulis buku ini mengemukakan tiga varian umat Islam dalam memahami akidah sifat khabariyah. Pertama adalah kelompok Ahlussunnah wal Jamaah yang berlaku moderat dan adil. Dalam Ahlussunnah wal Jamaah dikenal dua pendekatan, yaitu tafwidh, yakni sifat yang termaktub di dalam Al-Qur'an maupun hadits yang menunjukkan seolah-olah sama antara Allah dan makhluk maka sifat tersebut diserahkan maknanya dan disesuaikan dengan keagungan dan kemahatinggian Allah, tanpa menetapkan maknanya. Semisal Istiwa', maka Allah Istawa dengan Istiwa' yang selayaknya bagi Allah tanpa menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Inilah yang dikenal dengan mazhab Salaf bukan Salafi. Berikutnya adalah takwil, dengan maksud bahwa ayat-ayat Al-Qur'an dan sunnah yang menunjukkan seolah sama dengan makhluk maka ditakwil, misalnya istiwa' tersebut ditakwil bahwa Allah menguasai Arsy. Mata Allah ditakwil dengan Rahmat Allah. Tangan Allah ditakwil dengan kekuasaan Allah. Allah tertawa ditakwil dengan ridla Allah. Allah fis sama' ditakwil bahwa Allah Maha Tinggi derajatnya bukan tempat dan arah. Sebab dengan tafwidh dan takwil tersebut, kita telah memahasucikan Allah dari keserupaan dengan makhluk-Nya. لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ Artinya, "... Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat." Ash-Shūraá ayat 11. Inilah mazhab yang kita ikuti dalam Akidah Asy'ariyah. Yang pertama atau kedua adalah Ahlissunah wal Jamaah. Kedua, kelompok yang meyakini zahir ayat dan hadits lalu menetapkan maknanya. Istawa oleh mereka diyakini bahwa “Allah Istawa” di langit dan atas Arsy dengan arti “bersemayam,” meskipun mereka berkilah bersemayamnya tidak sama dengan makhluk. Anehnya mereka mengklaim keyakinan ini sebagai Mazhab Salaf, padahal kita tahu ulama Salaf tidak menetapkan makna. Demikian pula dengan sifat yang lain, menurutnya mereka menetapkan sifat yang Allah sendiri menetapkan sehingga menurut mereka Allah bertangan tetapi tidak sama dengan tangan makhluk. Allah mempunyai mata tetapi tidak sama dengan mata makhluk. Allah memiliki wajah tetapi tidak sama dengan makhluk. Dan seterusnya. Subhanallah 'amma yashifun. Di buku inilah semua dibahas tuntas. Ketiga, kelompok muaththilah dari mazhab Muktazilah, Jahmiyyah dan lain-lain yang menihilkan Allah dari sifat-sifat yang telah ditetapkan Allah dalam Quran dengan alasan potensi tasybih dan tajsim. Mereka ini menomorsatukan akal dan takwilnya cenderung pada tahrif mengubah makna. Hadirnya buku ini melengkapi jawaban para ulama Ahlussunnah wal Jamaah dalam menjawab kerancuan kaum Salafi Wahabi. Kiprah penulisnya yang dikenal banyak menjelaskan Aswaja dan firqah di luar Aswaja di Malaysia ini adalah bagian data bahwa penulisnya adalah seorang yang sangat menguasai tema-tema perdebatan seputar akidah salaf, menyajikan data justru dari ulama yang biasa dijadikan rujukan oleh kaum salafi wahabi, dan kitab-kitab yang biasa mereka rujuk, dan menjelaskankannya dengan cara yang sistematis dan argumentatif. Rujukan ratusan kitab-kitab dalam bahasa Arab tersajikan pula dalam daftar pustaka, sebanyak delapan halaman. KH Yusuf Suharto, peresensi adalah pengurus Aswaja NU Center Jatim dan dosen pada salah satu universitas di Jombang. Identitas Buku Judul Klaim Dusta Salafi Wahabi tentang Akidah Salafi Penulis Nur Hidayat Muhammad Ukuran 15,5x23 cm Tebal 422 hal xii + 410 2 mengitiqadkan bahwa sifat 2 tsbt mempunyai makna yg layak utk Allah,tetapi hanya Allah saja yg tau haqiqat maknanya,shgg sebagian ulama salaf berkata:kami iman dgn sifat2 itu dgn makna sebagaimana di kehendaki Allah saja,dan tdk mungkin bagi kita mengetahui makna2 yg ada pada haq Allah,hal itu karena mentafsirnya dan atau menentukan makna nya yg haqiqi akan
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Belakangan masyarakat disektitar rumah diributkan dengan riuh kabar berita pertentangan antara ASWAJA dan SALAFI. Berbagai tokoh masyarakat turut andil dalam hiruk-pikuk kabar tersebut. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat saya masih memegang teguh ajaran kultural atau bisa disebut dengan kaum tradisionalis. Jadi kalau ada faham dan ajaran baru, sangat wajar jika responsif. Sedikit saya akan menuliskan tentang perbedaaan ajaran ASWAJA dan SALAFI diambil dari berbagai buku bacaan. Baca juga Pengertian dan Nilai-Nilai Aswaja Kalaupun nanti ada kekeliruan, kekurangan sangat menarik untuk dikaji lebih mendetail. Agar bisa menambah khazanah pengetahuan, berikut perbedaan antara ASWAJA DAN SALAFI Secara arti kata Ahl, berarti keluarga, golongan, atau bermakna al-thariqah berarti jalan .Al-Jama'ah, asal katanya ijtima' perkumpulan, yang merupakan lawan kata taffaruqperceraian dan furqah perpecahan. Adapun secara definisi secara istilah Aswaja terdiri dari dua pengertian, yaitu Sunnah adalah suatu nama untuk cara yang diridlai dalam agama, yang telah ditempuh oleh Rasullulah. Baca juga Feminis Aswaja sebagai Ciri Khas Gerakan KOPRIJama'ah adalah kelompok kaum muslimin dari para pendahulu dari kalangan sahabat, tabi'in, dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari kiamat. Syaikh Abdullah al-Harari menegaskan pengertian al-Jama'ah merupakan aliran yang diikuti oleh mayoritas kaum muslimin al-sawad al-a'zham.Sedangkan SALAFI Bisa juga disebut dengan Wahabi pencetusnya adalah Muhammad bin Abdul Wahhab berada ketika pemerintahan Sultan Salim III 1204-1222 H. Para pengikut Wahabi memberi pengakuan salaf shalih 1 2 Lihat Sosbud Selengkapnya
PINJAMBARANG MASJID UNTUK KEPENTINGAN UMUM. Sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian warga Nahdliyin ketika ada kepentingan yang bersifat umum, yang memerlukan pengumuman melalui pengeras suara (speaker), maka menggunakan pengeras suara yang dimiliki oleh masjid. Padahal kepentingan tersebut tidak berkaitan dengan masjid,

Mungkin org org yang awam tidak begitu menyadari perbedaan besar antara akidah yang dijalani Ahlusunnah wal jamaah dengan Akidah Ala wahabi. Sehingga sebagian diantarnya ada yang berhujah dengan keduanya karna tidak bisa membedakannya dan akibatnya..terjadi kerancuan bahkan menimbulkan kesalah pahaman yang makin org semacam ini..hanya mengikuti saja pendapat sebagian org tanpa berfikir jauh jika ada hal yang salah dalam pemahamnnya. Lucunya lagi ada yang mengaku Ahlusunnah wal jama`ah..namun apa yang ia sampaikan..justru paham paham wahabi. Ada pula wahabi wahabian..alias pengikut taglid yang sebenarnya tidak byk paham akidah wahabi namun kemudian malah apa yang ia utarakan..justru paham paham Ahlususnnah wal jama`ah…yang dia anggap itu ajaran celakanya lagi ia ngotot mempertahankannya dgn mengatakan “ Inilah akidah wahabi yang benar. Untuk memahami apa sebenarnya yang menjadi pokok persoalan antara ahlusunnah wal jam`ah dgn wahabi, berikut ini penulis mencoba menjelaskan sebagian dari permasalahan itu ; 1/ Persoalan MAHA SUCI ALLAH DARIPADA SIFAT DUDUK atau BERSEMAYAM Pendapat Aswaja Menganggap atau mengatakan bahwa Allah duduk atau bersemayam di atas arasy atau di atas kursi Adalah suatu hal yang keliru karna yang demikian itu adalah sifat makhluk Allah bukan sipat Allah. DALILNYA Firman Allah Ta’ala “DiaAllah tidak menyerupai sesuatu pun daripada makhlukNya,baik dari satu segi maupun dari semua segi, dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupaiNya”Asyura ayat11 Pendapat Wahabi Wahabi menyamakan Allah dengan manusia dan juga berkata“Allah duduk di atas kursi” RUJUKANNYA lihat Kitab mereka Fathul Majid,Karangan Abdul Rahman bin Hasan bin Mohd bin Abdul wahab,m/s356,Cetakan Darul Salam,Riyadh. Arab saudi 2/ Persoalan MAHA SUCI ALLAH dan JISIM Pendapat Aswaja Allah Ta’ala tidak sama dengan makhlukNya, Dia tidak mempunyai anggota dan jisim sebagaimana Yang dimiliki oleh makhluk. DALILNYA . Firman Allah Ta’ala_ ليس كمثله شى Maksudnya “Dia Allah tidak menyerupai sesuatu pun dari makhlukNya baik dari satu segi maupun dari semua segi, dan tidakada sesuatu pun yang menyerupaiNya”.Asyura ayat11 Pendapat Wahabi Ibnu Baz berkata “penafian jisim dan anggota bagi Allah adalah suatu yang dicela” Rujukannya lihat Kitabnya Tanbihat Fi Rod Ala Man Taawwal Sifat,m/s 19, karangan Ibnu Baz, terbitan Riasah Ammah lilifta’Riyadh. Arab saudi 3/ Persoalan MAHA SUCI ALLAH DARI TEMPAT Pendapat Aswaja Allah Ta’ala wujud tanpa tempat, karena Dia yang menjadikan tempat yang mempunyai batasan batasan,kadar tertentu dan bentuk sedangkan Allah tidak bisa disifatkan sedemikian. Dalilnya Sabda Nabi “Allah wujud pada azaladaNya tanpa permulaan,dan belum wujud sesuatu selainNya” al-Bukhari,isnad sahih Pendapat Wahabi Ibnu Baz mengatakan bahwa zat Allah Ta’ala itu di atas arasy salah satu rujukannya Lihat Majalah Haji, Nomor 49, juzuk 11 tahun 1415 hijrah,m/s 73 -74 Makkah. Arab saudi 4/ Persoalan TENTANG ABU JAHAL dan ABU LAHAB Pendapat Aswaja Abu jahal dan Abu lahab bukanlah dari kalangan orang Islam sebagaimana di jelaskan dalam Alquranul kariim dan tidak bisa terbantahkan kekuatan firman Allah. Dalilnya Firman Allah Ta’ala mengenai Abu lahabMaksudnya kelak dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala.Almasad ayat 3 Pendapat Wahabi Wahabi mengatakan bahwa Abu jahal lebih mulia dan mengamalkan serta peng-ESA-an tauhid mereka kepada Allah daripada orang Islam umumnya yang mengucap dua kalimah syahadah. yang dimaksudkan dengan orang Islam di sini ialah mereka yang bertawassul dengan wali-wali dan para solihin dimana pengertian tawasul menurut wahabi seperti menyembah berhala,Batu,org mati atau sejenisnya Rujukan mereka Lihat Kitab mereka Kaifa Nafham Attauhid,Karangan Mohd Basmir,m/s 16 Riyadh. Arab saudi 5/ Persoalan TENTANG ULAMA Asya’irah dan Maturidiah Pendapat Aswaja Pengikut Asya’irah dan Maturidiah adalah golongan Ahlus Sunnah wal jama’ah Rujukannya Al hafiz Murtadha jika disebut Ahlus sunnah wal- jamaah yang dimaksudkannya ialah Asyairah dan Maturidiah kitab Ithaf sadatil Muttaqin Pendapat Wahabi Sholeh bin Fauzan wahabi berkata“pengikut Asya’irah dan Maturidi tidak layak digelar sebagai Ahlussunnah wal jamaah Rujukannya Kitabnya Min Masyahir Almujaddidin Fil Islam,m/s 32, terbitanRiasah Ammah lilifta’Riyadh. Arab saudi 6/ persoalan NABI ADAM Pendapat Aswaja Ijma’ ulama mengatakan bahawa Adam adalah nabi Dalilnya ”dari Abi umamah, seorang lelaki bertanya nabi “wahai rasulullah adakah Adam itu seorang nabi”? Beliau menjawap “ya, diturunkan wahyu kepadanya” Ibnu Hibban. Pendapat Wahabi Wahabi mengatakan bahwa Adam bukanlah nabi ataupun rasul Rujukannya kitab mereka Al-iman Bil Anbiya’ Jumlatan,Karangan Abdullah bin Zaid,cetakan Maktabah Islami, Beirut. 7/ Persoalan PENGIKUT Imam Asy’ari Pendapat Aswaja Pengikut-pengikut Imam Asy’ari adalah golongan umat Islam dalilnya Ahlus Sunnah wal Jama’’ah di kalangan umat Islam di seluruh dunia adalah golongan asy’ari dan maturidi dan tidak dkatakan Islam jika mereka tidak mengucapkan dua kalimah shahadat sebagi tanda perkara kadar keIman mereka hanya Allah yang memutuskan. Pendapat Wahabi Wahabi berdusta dengan mengatakan bahawa kebanyakan Ahlus Sunnah mengkafirkan pengikut asya’irah. Rujukannya Kitab mereka Fathul Majid,Karangan Abdul Rahman m/s 353 Terbitan maktabah Darul Salam, Riyadh. Arab saudi 8/ Persoalan BERSHOLAWAT KPD NABI Pendapat Aswaja Boleh melafazkan selawat atas hal lain yang perlu diketahui, tidak sempurna Sholat seorang hamba Allah tanpa sholawat dan salam ketika duduk tahyat awal/akhir dan ketika mengakhiri sholat. Dalilnya Lafaz selawat ini tidak terbantahkan dengan penjelasan Al-quran dan hadist Pendapat wahabi Ibnu Baz berkata “lafaz selawat itu adalah syirik” Rujukan mereka lihat Kitab mereka Kaifa Ihtadaitu Ila Tauhid,Karangan Mohd Jamil Zainu, m/s 83 dan 89,TerbitanDarul Fatah 9/ Persoalan API NERAKA & ORANG KAFIR. Pendapat Aswaja Api neraka tidak akan fana’ binasa, dan azab siksaan terhadap orang-orang kafir akan berkekalan selama lamanya Dalilnya Firman Allah “Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala,mereka kekal di dalamnya selamalamanya,mereka tidak memperolehi perlindungan maupun penolong”.al Ahzab ayat 65 Pendapat Wahabi Wahabi mengatakan bahwa api neraka itu akan binasa dan orang-orang kafir itu tidak diazab selama-lamanya. Rujukannya Kitab mereka Qaulul Mukhtar Li Fanainnar,Karangan Abdul karim alhamid,m/s 8, Arab saudi 10/ Persoalan ALLA TA’ALA TDK SAMA DG SESUATU YG BARU Pendapat Aswaja Allah Ta’ala tidak menyerupai manusia kerana Dia pencipta mereka, dan pencipta itu tidak menyamai apa yang diciptakan makhluk, Dia bukanlah zat yang bergambar, berbentuk dan tidak mempunyai kadar yang tertentu. Dalilnya Firman Allah _ ليس كمثله شى Maksudnya “Dia Allahtidak menyerupai sesuatu pun dari makhlukNya baik dari satu segi mahupun dari semua segi, dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupaiNya”.Asyura ayat11 Pendapat Wahabi Wahabi mendakwa bahwa Allah mencipta manusia sama dengan rupa bentukNya. Rujukannya lihat asli Kitab mereka Aqidah Ahlul Iman Fi Khalq Adam Ala Suratir Rahman,Karangan Mahmud Al Tuwaijiri,m/s 76Arab saudi kitab ini dipuji oleh Ibnu baz 11/ Persoalan Lafaz LAILA HA ILLALLAH Pendapat Aswaja Berzikir dengan lafaz ini sebanyak byknya adalah diharuskan karna tercantum dalam printahNya. Dalilnya “Wahai orangorang yang beriman berzikirlah dengan menyebut nama Allah, zikir yang sebanyak banyaknya”. al Ahzab ayat 41 Pendapat Wahabi berkata“ini adalah bid’ah dari golongan yang jahil yang keluar daripada landasan syariat kepada zikir yang mensyirikan Allah” Dalilnya Kitab mereka Halaqat Mamnu’ah,Karangan Husam Aqod, m/s 25,terbitan Darul Sahabah, Tonto. 12/ Persoalan THORIQOH SUFI Pendapat Aswaja Tarikat-tarikat sufi adalah benar kecuali yang menyeleweng dari Al quran dan Sunnah Dalilnya Nabi bersabda “Barangsiapa yang mengadakan dalam Islam perkara yang baik baginya pahala dan pahala bagi mereka yang beramal dengannya” Muslim isnad sahih Pendapat Wahabi Wahabi berkata “perangilah golongan sufi sebelum kamu memerangi yahudi,sesungguhnya sufi itu adalah roh yahudi. Rujukannya Kitab merekaMajmu’ul Mufid Min’ Aqidatit Tauhid, m/s102, Maktabah Darul Fikr, RiyadhArab saudi 13/ Persoalan MAKNA ISTIWA’ Pendapat Aswaja Allah Ta’ala tidak disifatkan duduk di atas arasy dalilnya Setiap yang bersifat duduk di atas sesuatu itu sama sipat makhlukNya baik lebih besar atau kecil dari, semua itu adalah sifat-sifat jisim yang mempunyai kadar yang tertentu, sedangkan Allah Ta’ala maha suci dari perkara-Perkara tersebut. Dan tiadk mungkin sama dgn MakhlukNya . Allah berfirman “Dia Allah tidak menyerupai sesuatu pun dari makhlukNya baik dari satu segi maupun dari semua segi, dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupaiNya”.Asyura ayat11 Imam al-Syafiiyy rahimahullah yang wafat pada 204 Hijriyyah pernah berkata “Dalil bahawa Allah wujud tanpa tempat adalah Allah Ta’ala telah wujud dan tempat pula belum wujud, kemudian Allah mencipta tempat dan Allah tetap pada sifat-Nya yang azali sebelum terciptanya tempat, maka tidak harus berlaku perubahan pada zat-Nya dan begitu juga tiada pertukaran pada sifat-Nya.”Kenyataan Imam al-Syafiiyy ini dinyatakan oleh Imam al-Hafiz Murtadha al-Zubaydiyy di dalam kitab beliau berjudul Ithaf al-Sadah al-Muttaqin نيقتملا ةداسلا فاحتإ , juzuk kedua, mukasurat 36, cetakan Dar al-Kutub al-Ilmiyyah. Pendapat Wahabi Wahabi beriktikad bahwa Allah Ta’ala duduk di atas arasy. Rujukan mereka Kitab merekaNazarot Wa Ta’aqubat Ala Ma Fi kitab Assalafiah,Karangan Soleh Fauzan, m/s 40 Darul Watan Riyadh. 14/ Persoalan AL KURSI Pendapat Aswaja Al Kursi adalah jisim yang besar berada di atas arasy, dicipta oleh Allah tanpa berhajat kepadanya dalilnya “Dan kursi milik Allah itu seluas langit dan bumi” Pendapat Wahabi Kata Usaimin wahabi “Al Kursi itu adalah tempat letak kedua kaki Allah”. dalilnya Kitabnya Tafsir Ayat, Kursi,m/s 19, Maktabah Ibnu Jauzi. Arab saudi 15/ Persoalan TENTANG ALAM Pendapat Aswaja Alam itu jenisnya dan afradnya benda-benda yang terdiri daripadanyasemua itu adalah ciptaan Allah dalilnya Firman Allah_ لله خالق كل شى _ Maknannya “ Allah pencipta segala sesuatu”.Azzumar ayat 62 Pendapat Wahabi sama dengan tanggapan ahli falsafah yang mengatakan bahawa jenis alam itu adalah azali tidak ada permulaan. Anggapan mereka ini memberi arti bahwa sebelum kewujudan makhluk ini ada makhluk dan sebelumnya ada makhluk yang lain dan begitulah seterusnya tanpa permulaan. dalilnya Kitab Syarah Attohawiah,Karangan Ibnu Abil Iz,m/s132, Maktabah Islami,Beirut kitab ini dipuji oleh Ibnu Baz 16/ Persoalan BERTAWASUL DG KEMULIAAN NABI Pendapat Aswaja Orang Islam dibolehkan berdoa dengan doa ini “Ya Allah dengankemulianا nabi Muhammad sembuhkanlah penyakitku” dalilnya Hadis doa keluar masjid “Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dengan berkat kebenaran orang-orang yang meminta kepada Mu” Ibnu Majah pendapat wahabi Soleh bin Fauzan dan selainnya dari golongan wahabi mengatakan bahawa tidak boleh betawasul dengan kemulian nabi. Dalilnya Kitabnya Attauhid,m/s 70,Riyadh. Arab saudi 17/ Persoalan PERNIKAHAN Pendapat Aswaja Perempuan muslimah boleh Menikah dengan lelaki muslim walaupun lalai dalam Sholat. Dalilnya Tidak menjadi kafir mereka yang meninggalkan sembahyang berjemaah selagi mereka tidakmengatakan sembahyang itu tidak wajib, dan mereka boleh tetap menikah dengan sesama mereka sesama muslim. Pendapat Wahabi Ibnu Baz berkata”tidak boleh menikah dgn mereka yang meninggalkan sembahyang berjema’ah” dalilnya Kitab Fatawal Mar’ah,m/s 103,Darul Watan, Riyadh. Arab saudi 18/ Persoalan MELAFAZKAN BISMILAH’ KETIKA MAKAN Pendapat Aswja tidak ada larangan mengucapkan bismillah ketika mulai makan atau memulai suatu pekerjaan. dalilnya tidak ada satupun hadist yang menghramkan hal demikian Pendapat Wahabi membaca dengan sempurna bismillahi rokhmanirokhim.. adalah salah dan adalh bida’h yang dicela dan harus dicegah. Dalilnya Kitab merekaAkhto Syaiah,Karangan Mohd Zaino,m/s 68 Arab saudi 19/ Persoalan Mentakwil ayatayat mutasyabihah nnas-nas Al quran yang tidak diketahui maknanya atau mengandungi lebih dari satu makna tetapi perlu dilihat makna yang sesuai dengan ayat tersebut Pendapat Aswja Boleh mentakwilkan ayat-ayat Al quran dan hadis-hadis Nabi yang berbentuk mutasyabihat selagi takwil tersebut tidak menyimpang dengan Al Quran dan bahasa quran itu sendiri. Dalilnya Ya Allah alimkanlah dia hikmah dan takwil Al quran” Ibnu Majah.Sebahagian ulama salaf termasuk Ibnu Abbas mentakwil ayat-ayat mutasyabihah Pendapat Wahabi Wahabi menyifatkan Ahlus Sunnah sebagai golongan kafir karena mentakwil ayat-ayat mutasyabihah dalilnya KitabQawaidul Mithly,Karangan Usaimin,m/s 45, Riyadh Arab saudi 20/ Persoalan GERAK ALLAH pendapat Aswaja Allah Ta’ala tidak disifatkan dengan bergerak atau berpindah dari satu tempat ke tempat yang tidak boleh menduga duga hal demikian. dalilnya telah bersepakat para ulama non wahabi bahwa pergerakan itu adalah dari sifat makhlukNya. Pendapat wahabi Wahabi mengatakan bahawa Allah bergerak. bergerak dari sudut atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Dalilnya Kitab mereka Fatawa Aqidah,Karangan Usaimin,m/s 742. Arab saudi 21/ Persoalan MENZIARAHI MAKAM NABI & MUSLIM LAIN BAGI WANITA Pendapat Aswaja tidak ada larangan bagi wanita menziarahi kubur nabi dan kubur orang –orang Islam Dalilnya Saidatuna Aisyah bertanya kepada Rasulullah “Apakah yang perlu dia Aisyahkatakan ketika menziarahi kubur”, maka Rasulullah menjawab “katakanlah مسلمين __ لمؤمنين _ م _ لديا _ هل .. على .. لسلا Muslim Pendapat wahabi Usaimin wahabi berkata“perbuatan menziarahi kubur bagi perempuan itu adalah haram,dosa besar dan kafir walaupun menziarahi kubur nabi” Dalilnya Lihat kitabFatwa Muhimmah,m/s 149-150, cetakan Riyadh. Arab saudi 22/ Persoalan Allah Ta’ala tidak diliputi oleh enam arah penjuru atas,bawah,kiri kanan,depan dan belakang Pendapat Aswaja Allah Ta’ala ada tanpa diliputi oleh arah penjuru, adaNya tanpa bertempat tidak di arasy dan tidak dilangit Dalilnya Rasulullah bersabda “Engkau al zohir setiap sesuatu menunjukan akan wujudNya, tidak ada sesuatu di atasMu, dan engkau Al Batin yang tidak dapat dibayangkan,tidak ada sesuatu dibawahMu”. jikalau tidak ada sesuatu di atasNya dan di bawahNya berarti Allah tidak berada di tempat. Imam yang terkenal dengan karangan kitab aqidah beliau berjudul Aqidah al-Tahawiyyah ةيواحطلا ةديقع bernama Imam al-Hafiz Abu Jafar al-Tahawiyy wafat pada 321 Hijriyyah merupakan ulama Salaf telah menyatakan dalam kitab beliau tersebut pada halaman 15, cetakan Dar al-Yaqin yang bermaksud “Allah tidak berada tidak diliputi pada enam penjuru atas, bawah, kanan, kiri, depan, belakang seperti sekalian makhluk.”. Pendapat Wahabi Wahabi mengatakan bahwa zat Allah berada di atas arasy Dalilnya Kitab merekaFatawa Aqidah,Karangan Usaimin,m/s Arab saudi 23/ Persoalan JENGGOT LAKI-LAKI Pendapat Aswaja Memendekkan janggut yang panjang agar kelihatan rapi adalah dibolehkan. dalilnya Ibnu Omar sahabat Nabi pernah suatu ketika dia menggenggamkan janggutnya dan memotong janggut yang melebihi genggamannya Abu Daud Pendapat Wahabi Wahabi mengatakan bahwa haram memotong janggut walaupun sedikit pada semua keadaan,sebagaimana yang dikatakan oleh salah satu pemimpin mereka mereka Ibnu Baz. dalilnya lihat KitabnyaTahqiq Wal Idhoh Likasir Min Masail Alhaj Wal Umrah wazziarah,m/s 16. Arab saudi 24/ Persoalan MELETAKAN PELEPAH DIATAS MAKAM Pendapat Aswaja Meletakan pelepah tamar atas kubur orang Islam adalah dibolehkan Dalilnya Dalam riwayat Bukhari terdapat hadis yang menceritakan bahawa pernah satu ketika nabi lalu di tepi dua kubur, kemudian mengambil pelepah tamar lalu mematahkannya dan meletakkan setiap pelepah ke atas dua kubur itu lalu bersabdaله يخفف عنهما – لع “mudah-mudahan diringankan azab mereka” Bukhari isnad sahihwahabi menghukum kafir Bukhari maka hadis ini di anggap Dlaif oleh Muhammad bin Abdul wahab pendiri wahabi Pendapat wahabi Ibnu Baz berkata”meletakan pelepah tamar di atas kubur bukanlah suatu perkara yang disyariatkan” dalilnya Lihat ktab aslinya “ Ta’liq Ibnu Baz dalam kitab Fathul Bari,Darul Ma’rifah, Beirut 25/ persoalan MAZHAB Pendapat Aswaja 4 madzab adalah generasi penerus akidah Ulama Salaf sebagaimana penjelasn sunnah Rasullullah yang menjadi pembimbing umat islam kearah yang benar menurut sunnah bukan syirik dalil ijma kebanyakan ulama sepakat Pendapat wahabi “Mengikut mana-mana mazhab adalah syirik.” Dalilnya kitabnya al-Din al-Khalis صلاخلا نيدلا , juzuk 1, halaman 140 dan 160, cetakan Dar al-Kutub al-Ilmiyyah. 26/ Persoalan SITI HAWA ISTRI NABI ADAM Pendapat Aswaja Istri nabi Adam adanlah ibu seluruh bani adam dan bukan pelaku syirik Dalilnya Sunnah rasulullah dan Alquran Sudah jelas. Pendapat Wahabi “Sesungguhnya syirik itu berlaku kepada Hawwa.”. Rujukannya kitabnya al-Din al-Khalis صلاخلا نيدلا , juzuk 1, .140 dan 160, cetakan Dar al-Kutub al-Ilmiyyah apakah umat muslim terhukum kafir Pendapat Aswaja Tidak semua bisa dihukum kafir musyrik karna lalai dalam ibadah atau karna kesalahan yang tidak disengaja sesungguhnya manusia itu tidak luput dari sipat lalai dan dia keluar dari islam atau mendustakan Allah. Pendapat Wahabi Muhammad bin Abd al-Wahhab berkata Aku membawa kepada kamu semua agama yang baru dan manusia selain pengikutku adalah kafir musyrik.” dalilnya kitabnya al-Durar al-Saniyyah Fi al-Radd Ala al-Wahhabiyyah ةيباهولا ىلع درلا يف ةينسلا رردلا , surat 42“ ===================================== Demikian sebagian contoh yang dapat penulis kemukakan. ada byk sekali perbedaan antara keduanya..terutama memahami perkara Bid`ah walaupun keduanya sama sama sepakat mengakui adanya Bid`ah dan pada uraian ini hanya sekedar bahan renungan kita atas hujah hujah para Ulama Ahlsuunnah wal jama`ah dan pada Akhirnya..silahkan anda analisa sendiri apa yang anda anggap benar dan menyimpang dan dari uraian diatas sbenarnya cukup dalam hujah satu sisi..dgn hadist dan qur`an, disisi lain dgn kitab Ulama pemimpin mereka yang bisa anda lihat sendiri kitab anda berada di Arab silahkan kunjungi Perpustakaan kerajaan saudi dan buku buku agama golongan wahabi di pusat perbelanjaan di jeddah dan syukur jika terdapat di indonesia. Salam Ukhuwah

ImamSyafi’i lahir di Asqalan, sebuah desa kecil di Gaza pada 150 H, bertepatan dengan tahun meninggalnya Abu Hanifah. Konon, nasab Imam Syafi’i bertemu Rasulullah Saw. Terlahir dalam keadaan yatim, ibunya tidak mampu membayar guru mengajinya. Jombang, NU OnlineUntuk membentengi paham Ahlussunnah Wal Jamaah Aswaja annahdliyah, warga Nahdhatul Ulama’ NU hendaknya mengenal tentang Manhaj metode Salafi Wahabi, Abu Zahroh dalam kitabnya “Thoriqul Madzahib” mengungkapkan tentang berbagai manhaj yang ada dalam Islam. Demikian dikatakan KH Wazir Ali dalam pertemuan rutin Rais Syuriah MWCNU se Jombang dengan Jajaran Syuriah PCNU Jombang di aula PCNU seteempat, Ahad 06/12 kemarin. Menurut salah satu Wakil Syuriah PCNU Jombang ini, menukil pendapat Syekh Abu Zahroh, ada 5 lima manhaj dalam Islam. Manhaj tersebut yang pertama adalah Manhaj Falasifah, yang menggunakan ayat-ayat teologi dan nalar rasio dalam menerangkan tentang ketuhanan. Manhaj yang kedua lanjutnya, yaitu Manhaj Mutakallimin Mu’tazilah. Madzhab ini secara umum menggunakan qodiyah aqliyah ketetapan nalar daripada nash al-Qur’an. Akal digunakan untuk memaknai nash. Ayat-ayat yang terkait dengan aqidah harus sejalan dengan dengan rasio, meskipun terkadang keluar dari ketentuan nash al-Qur’an. Manhaj selanjutnya, tambah dia, adalah Manhaj Maturidiyah yaitu memahami dengan nash al-Qur’an dan Hadist tetapi juga didukung oleh rasio. Kemudaian yang keempat, yakni Manhaj Asy’ariah yang selalu berpegang kepada al-Qur’an dan Hadist tetapi juga tidak mengenyampingkan rasio dalil-dalil aqliyah. Dan yang terahir Manhaj Salafi/Wahabi. Manhaj ini hanya menerima nash al-Qur’an dan Hadist tanpa melakukan ta’wil menggunakan rasio sama sekali. Bahasan kali ini, menurut Kiai Wazir, fokus pada Salaf Wahabi. Mereka sama sekali tidak mau menggunakan ta’wil akal dalam meengartikan nash al-Qur’an dan Hadist. “Sehingga mereka dalam megartikan ayat yadullah fauqo aidihim, akan mengartikan yadullah, tangan Allah SWT dalam arti seperti makhluq, karena itu mereka dikatakan juga berpaham mujassimah men-jisim-kan Allah SWT”, katanya. Kiai Wazir menjelaskan bahwa paham Salafi Wahabi pertama-tama dikembangkan oleh Muhammad Bin Abdul Wahab. Seorang Ulama yang belajar dari gagasan Ibn Taimiyah dan madzhab Hambali. “Dia mengembangkan paham mujassimah-nya di kampung halamannya, tetapi ditolak oleh keluarga dan masyarakatnya. Di saat keluarga Ibn Saud, atas bantuan pembesar militer Inggris, berhasil menguasai jazirah Arab, menggunakan paham yang dikembangkan Muhammad bin Abdul Wahab sebagai asas teologinya,” jelasnya. Paham ini berlebihan dalam memaknai bid’ah tawassa’a fil bid’ah, tidak saja dalam urusan ibadah, tetapi semua hal yang tidak ada dalam sunnah dikatakan sebagai bid’ah, dan bid’ah apapun bagi mereka adalah dlolalah sesat. “Mereka tidak mengenal bid’ah sayyi-ah buruk adan hasanah baik. Misalnya, tentang jenggot, bukan persoalan ibadah. Karena Nabi SAW berjenggot, maka bagi mereka memotong jenggot haram,” terangnya. Ia juga menceritakan salah satu ajaran kaum Salafi Wahabi, saat datang ke suatu tempat baru, yang dituju pertama kali adalah kuburan makam. Kuburan yang ada cungkupnya akan dibongkar, karena mereka tidak mau menyamakan kuburan dengan masjid sehingga mereka tidak mau kuburan ada cungkupnya. Meraka juga melarang taqorrub kepada Allah SWT dengan tawassul melalui orang-orang sholeh dan para wali, serta melarang istighotsah dan tawassul kepada orang yang sudah meninggal dunia. Syamsul/Mahbib .
  • kt856xw87l.pages.dev/623
  • kt856xw87l.pages.dev/465
  • kt856xw87l.pages.dev/562
  • kt856xw87l.pages.dev/115
  • kt856xw87l.pages.dev/901
  • kt856xw87l.pages.dev/862
  • kt856xw87l.pages.dev/888
  • kt856xw87l.pages.dev/337
  • kt856xw87l.pages.dev/328
  • kt856xw87l.pages.dev/15
  • kt856xw87l.pages.dev/367
  • kt856xw87l.pages.dev/247
  • kt856xw87l.pages.dev/575
  • kt856xw87l.pages.dev/918
  • kt856xw87l.pages.dev/307
  • apa itu aswaja dan salafi